Garut, Nusaharianmedia.com – Kabupaten Garut kembali dilanda bencana banjir yang mengakibatkan kerugian materil dan non-materil. Kejadian ini terus berulang setiap kali hujan deras mengguyur wilayah tersebut. Salah satu bencana terbaru terjadi di Kecamatan Cisurupan pada Sabtu, 15 Maret 2025, yang menyebabkan tujuh rumah terendam dan ruas jalan Cisurupan-Cikajang lumpuh akibat luapan air dan lumpur dari Sub DAS Sungai Ciharemas.
Bupati Garut menekankan pentingnya penanganan cepat, baik jangka pendek maupun panjang, termasuk langkah-langkah mitigasi agar bencana serupa tidak terus terjadi. Namun, pertanyaannya adalah, sejauh mana mitigasi bencana yang sudah dilakukan selama ini efektif? Kenyataan bahwa banjir masih terus terjadi menunjukkan adanya kegagalan dalam implementasi strategi mitigasi.
Mengapa Mitigasi Gagal?
Banjir di Garut bukan fenomena baru. Wilayah ini memang rawan banjir dan longsor akibat kondisi geografis berbukit serta curah hujan tinggi. Sayangnya, upaya mitigasi yang seharusnya mampu mengurangi risiko justru tampak tidak memadai. Beberapa faktor utama yang menyebabkan kegagalan mitigasi di antaranya:
1. Pemeliharaan Infrastruktur yang Buruk
Saluran air dan bendungan kecil yang seharusnya mengendalikan aliran air tidak terawat dengan baik. Endapan lumpur dari hulu sungai serta sampah yang menyumbat saluran air memperparah kondisi. Akibatnya, air mudah meluap saat hujan deras.
2. Alih Fungsi Lahan yang Tidak Terkontrol
Konversi hutan dan area resapan menjadi pemukiman atau lahan pertanian memperburuk daya dukung lingkungan. Kabupaten Garut memiliki kawasan hutan lindung seluas 60%, tetapi kenyataannya, luas hutan yang masih berfungsi kemungkinan jauh lebih kecil dari angka tersebut.
3. Minimnya Kesadaran Masyarakat
Edukasi mitigasi bencana masih belum maksimal. Banyak warga yang belum memahami pentingnya menjaga lingkungan, seperti tidak membuang sampah ke sungai dan tidak melakukan alih fungsi lahan sembarangan. Selain itu, kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk evakuasi, juga belum tersosialisasikan dengan baik.
4. Koordinasi Antar-Lembaga yang Lemah
Sinergi antara pemerintah daerah, BPBD, dan OPD teknis sering kali tidak optimal. BPBD sebagai garda terdepan dalam penanggulangan bencana justru kerap dipandang sebelah mata dalam perencanaan pembangunan, sehingga perannya dalam mitigasi menjadi terbatas.
Langkah Nyata Mengurangi Risiko Banjir
Agar bencana serupa tidak terus berulang, diperlukan tindakan konkret dan komitmen dari berbagai pihak. Beberapa langkah yang perlu segera diambil antara lain:
Pemeliharaan Infrastruktur
Pemerintah harus rutin melakukan pengerukan sedimentasi di sungai dan memperbaiki saluran air serta bendungan kecil yang berfungsi sebagai pengendali banjir.
Penegakan Aturan Alih Fungsi Lahan
Kawasan hutan dan daerah resapan air harus dilindungi dengan ketat. Pelanggaran alih fungsi lahan harus ditindak tegas untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih buruk.
Peningkatan Edukasi Masyarakat
Sosialisasi mitigasi bencana harus lebih masif. Pemerintah dan BPBD perlu mengadakan pelatihan evakuasi serta membangun kesadaran masyarakat tentang pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Pembangunan Sistem Peringatan Dini
Teknologi pemantauan curah hujan dan peringatan dini longsor harus diperkuat. Informasi ini harus dapat diakses dengan cepat oleh masyarakat melalui jaringan komunikasi yang efektif, seperti grup WhatsApp tingkat RT hingga kecamatan serta sistem komunikasi radio untuk situasi darurat.
Penguatan Koordinasi Antar-Lembaga
Dengan pendekatan pentahelix, pemerintah daerah, BPBD, media, akademisi, dunia usaha, serta NGO harus bersinergi dalam perencanaan dan implementasi mitigasi bencana secara sistematis, mulai dari tahap mitigasi hingga rehabilitasi pasca-bencana.
Jika langkah-langkah ini diterapkan dengan serius dan berkelanjutan, risiko banjir dan longsor di Garut dapat diminimalisir. Bencana yang terus berulang ini harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola lingkungan dan meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana.
( Penulis : Yaman Suryaman, SE., M.Si., Ph.D. Ketua Pusat Pengurangan Risiko Bencana Universitas Garut)