Garut,Nusaharianmedia.com – Aksi perusakan lingkungan kembali menyayat hati warga Kabupaten Garut. Kali ini, sebuah tragedi ekologi terjadi secara diam-diam namun sistematis di kawasan Jalan Patriot, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul,Kabupaten Garut,Jawa Barat.
Disitu ada pohon cemara salju tanaman langka yang memiliki peran vital dalam menjaga kelembaban dan keseimbangan ekosistem, dilaporkan telah ditebang secara ilegal oleh oknum yang diduga merupakan pejabat aktif di lingkup pemerintahan daerah.
Tak berhenti sampai di situ, keterlibatan pelaku menjadi lebih mencengangkan setelah muncul dugaan bahwa ia memiliki hubungan darah langsung dengan seorang perwira tinggi di institusi militer nasional. Relasi tersebut diduga dimanfaatkan untuk menciptakan zona aman dalam menjalankan aktivitas ilegal ini, sekaligus membungkam suara-suara kritis di lapangan. Warga sekitar mengaku menerima intimidasi saat mencoba melaporkan aktivitas penebangan ke pihak berwenang.
Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), Tedi Sutardi, dalam pernyataan resminya pada Selasa (22/04/2025), mengutuk keras peristiwa tersebut. Ia menilai bahwa kejadian ini bukan sekadar pelanggaran terhadap undang-undang, melainkan juga bentuk nyata penyalahgunaan kekuasaan dan pengkhianatan terhadap amanah publik.
“Ini bukan hanya soal pohon. Ini adalah simbol dari bagaimana kuasa bisa dipelintir untuk merusak sesuatu yang seharusnya dilindungi. Ketika pohon ditebang tanpa izin, dan pelaku berlindung di balik pangkat serta jabatan, maka ini bukan sekadar tindak pidana kehutanan. Ini bentuk nyata pengabaian terhadap moral dan hukum,” tegas Tedi.
Menurutnya, cemara salju bukan sekadar pohon hias. Ia memiliki fungsi ekologis penting: menjaga kelembaban tanah, menahan erosi, hingga menyediakan rumah alami bagi berbagai jenis satwa. Penebangan spesies tersebut, apalagi secara masif dan tanpa izin, jelas merupakan pelanggaran berat terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Tedi juga mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mengumpulkan bukti kuat dari lokasi kejadian, termasuk dokumentasi visual dan kesaksian warga. LIBAS juga membuka posko pengaduan rahasia bagi masyarakat yang ingin memberikan informasi tambahan tanpa takut akan ancaman atau tekanan.
“Kami sedang siapkan laporan resmi yang akan kami kirim ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Garut. Kalau perlu, kami akan lanjutkan sampai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Kasus ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kami ingin jadikan ini momentum bersih-bersih lingkungan dari tangan-tangan kotor,” ujarnya dengan tegas.
Sejumlah warga yang berhasil diwawancarai Nusaharianmedia secara tertutup mengaku prihatin sekaligus takut. “Kami tahu itu salah. Tapi siapa yang berani melawan kalau yang bersangkutan punya kekuasaan dan hubungan dengan petinggi negeri?” kata seorang warga yang minta identitasnya disembunyikan.
Warga lainnya mengatakan bahwa beberapa pihak mencoba ‘menenangkan’ suasana dengan dalih bahwa penebangan itu adalah bagian dari “penataan wilayah.” Namun, warga membantah keras narasi tersebut karena tidak ada satupun surat resmi atau papan informasi proyek yang dipasang di area penebangan.
“Semuanya dilakukan sembunyi-sembunyi. Tidak ada surat, tidak ada sosialisasi. Begitu kami tanya-tanya, malah ada yang menyuruh kami diam. Ini yang membuat kami semakin curiga,” tambah warga lainnya.
LIBAS memandang bahwa peristiwa ini adalah ujian serius terhadap integritas penegakan hukum di Kabupaten Garut. Jika kasus ini dibiarkan atau ditutup-tutupi hanya karena pelaku memiliki posisi penting dan koneksi militer, maka akan tercipta preseden buruk bagi masa depan perlindungan lingkungan di daerah tersebut.
“Kalau ini tidak ditindak, maka jangan salahkan publik kalau ke depan akan semakin banyak yang merasa berhak menebang seenaknya. Kami tidak ingin Garut berubah menjadi kota beton tanpa ruang hijau,” kata Tedi.
Dalam pernyataan penutupnya, Tedi mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam perjuangan menjaga lingkungan.
Di sisi lain, Tedi menyampaikan bahwa LIBAS siap menjadi garda terdepan dalam membela kebenaran, sekaligus membuka ruang kolaborasi dengan media, akademisi, dan aktivis lingkungan lainnya.
“Kami tidak mundur. Kami akan lawan siapa pun yang berani menyentuh alam Garut demi kepentingan pribadi. Ini bukan sekadar soal menanam pohon kembali. Ini soal membangun budaya hukum yang adil dan beradab. Biar semua tahu: hukum itu untuk semua, bukan untuk segelintir orang,” pungkas Tedi Sutardi.
Kasus ini terus berkembang dan telah menjadi buah bibir masyarakat Garut. Dukungan dari berbagai pihak pun mulai bermunculan. Kini, harapan publik hanya satu: keadilan yang berpihak pada bumi, bukan pada kekuasaan. (Red)