Garut,Nusaharianmedia.com – Di tengah meningkatnya kerusakan lingkungan dan bencana yang makin sering terjadi, Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), Tedi Sutardi, menyerukan pentingnya membangkitkan kesadaran kolektif masyarakat untuk menjaga alam sebelum semuanya terlambat.
Menurutnya, kondisi lingkungan saat ini sudah dalam titik yang mengkhawatirkan dan memerlukan aksi nyata, bukan sekadar wacana.
“Kita ini sudah hidup di tengah tanda-tanda kerusakan yang nyata. Sungai makin kotor, hutan makin gundul, udara semakin sesak. Ini bukan lagi isu global yang jauh dari kita ini nyata dan terjadi di lingkungan kita sendiri,” kata Tedi saat ditemui usai kegiatan penanaman pohon di kawasan Sub DAS Cimanuk, Garut, Senin (14/04/2025).
Tedi menekankan bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tugas pemerintah atau aktivis, melainkan tanggung jawab setiap warga negara. Ia menyoroti pentingnya membangun budaya sadar lingkungan sejak dari rumah, sekolah, hingga ruang-ruang publik lainnya.
“Jangan tunggu bumi murka, karena kalau sudah begitu, kita cuma bisa menyesal. Bencana alam bukan hanya peristiwa alam biasa, tetapi juga peringatan keras akibat kelalaian kita sendiri,” tegasnya.
Krisis yang Diciptakan Manusia
Menurut data internal LIBAS, dalam lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan signifikan dalam kasus pencemaran sungai, penggundulan hutan, dan penyusutan lahan hijau di beberapa wilayah Kabupaten Garut.
Hal ini berbanding lurus dengan meningkatnya risiko bencana alam seperti banjir, longsor, dan kekeringan.
Tedi menyebut bahwa krisis lingkungan ini bukan semata-mata karena faktor alam, tapi lebih dominan disebabkan oleh ulah manusia yang rakus dan abai.
“Kita tebang hutan untuk kepentingan ekonomi sesaat, buang sampah sembarangan karena malas, padahal yang kita rusak adalah masa depan anak cucu sendiri,” ujarnya prihatin.
Gerakan Nyata Anak Bangsa
Melalui LIBAS, Tedi Sutardi dan timnya telah menjalankan berbagai inisiatif lingkungan, seperti program adopsi pohon, kampanye “Sekolah Ramah Alam”, hingga pelatihan pengelolaan sampah di tingkat desa.
Dalam kegiatan terbarunya,LIBAS bekerja sama dengan sejumlah komunitas pemuda dan sekolah untuk melakukan penghijauan di kawasan rawan longsor serta revitalisasi mata air yang mulai mengering.
“Kami ingin tunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil, dari komunitas lokal. Tak perlu tunggu anggaran besar, yang penting ada kemauan dan kesadaran bersama,” kata Tedi.
Harapan dan Ajakan
Di akhir wawancaranya, Tedi Sutardi mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berhenti saling menyalahkan dan mulai bertindak. Ia percaya bahwa dengan semangat gotong royong dan kesadaran yang kuat, kerusakan lingkungan masih bisa diperbaiki.
“Saya percaya, selama masih ada orang yang peduli, harapan itu tetap hidup. Tapi kita harus bergerak sekarang. Bukan besok, bukan nanti,” pungkasnya. (*)