Ketika Keluhan Dianggap Sampah oleh Mereka yang Merasa Dirinya Kaya Raya dan Seakan-Akan di Atas Segalanya

Avatar photo

- Jurnalis

Minggu, 13 April 2025 - 19:32 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oplus_131072

Oplus_131072

Garut Opini, Nusaharianmedia.com – Di tengah realitas sosial yang semakin terpolarisasi, kita kerap menjumpai fenomena di mana keluhan seseorang—terutama dari golongan biasa, rakyat kecil, atau mereka yang tak bersinar dalam harta maupun jabatan, dianggap tak penting, remeh, bahkan menjijikkan oleh sebagian kalangan yang merasa telah “naik kasta”.

Ironisnya, sebagian dari mereka adalah para “kaya baru” atau mereka yang baru mencicipi kekuasaan dan kekayaan seolah dunia harus tunduk pada narasi dan standar mereka sendiri.

Mereka yang dulu mungkin pernah mengalami hal serupa, kini dengan mudahnya memandang keluhan orang lain sebagai bentuk kelemahan, kemalasan, bahkan dianggap “bikin malu”.

Padahal, keluhan adalah ekspresi wajar manusia. Ia bisa menjadi bentuk perlawanan, luapan rasa lelah, atau sinyal bahwa ada yang tak baik-baik saja dalam sistem sosial kita. Tapi ketika keluhan itu datang dari orang biasa, langsung dilabeli “drama”, “sampah”, atau bahkan jadi bahan olokan yang dibungkus dengan bahasa sinis dan vulgar.

Sikap seperti ini memperlihatkan betapa rapuhnya moralitas di balik topeng kesuksesan semu. Mereka lupa, kekayaan tak selalu identik dengan kebijaksanaan.

Jabatan, harta dan tahta itu butuh proses tidak otomatis mencerminkan keluhuran budi. Dan yang paling menyedihkan, mereka lupa bahwa roda sudah pasti dan hidup selalu berputar, yang hari ini menertawakan, bisa jadi esok menjadi bahan tertawaan.

Mengabaikan keluhan bukan hanya bentuk ketidakpedulian, tapi juga kezaliman dalam skala mikro. Menganggap penderitaan orang lain tak penting hanya karena mereka tak punya panggung, sama artinya dengan merampas ruang kemanusiaan yang seharusnya setara untuk semua.

Mari belajar untuk mendengar, bukan mencibir. Karena bisa jadi, keluhan itu bukan sekadar “sampah”, tapi sinyal yang menuntut perubahan. (Penulis: DK)

Baca Juga :  Menanggulangi Wabah Narkoba di Garut Utara : Urgensi Kolaborasi dan Strategi Pencegahan

Berita Terkait

Rendy Destra: Rapimda Berjalan Lancar Meski Penuh Dinamika, Agil Syahrizal Diusung Melalui Proses Demokratis
Sekdes Mekarjaya Aktif Salurkan Bantuan Beras dan Kawal Program Pembinaan Desa
Polsek Banjarwangi Cek TKP Longsor yang Menimpa Rumah Warga
Dedi Rudiana, Kepala Desa yang Menginspirasi: Masyarakat Cikelet Nobatkan Kades Cigadog sebagai Teladan Kepemimpinan
Pemdes Situsari Gelar Pencermatan RPJMDes dan Evaluasi RKPDes 2025: Landasan Strategis Menuju Pembangunan Desa yang Lebih Responsif dan Terarah
Longsor Tutup Jalan Utama di Banjarwangi,Polsek dan Warga Kerja Keras Bersihkan Material
Kapolres Garut Berikan Santunan untuk Korban Longsor Cipongpok, Tinjau Langsung Lokasi Bencana
Tragis di Tengah Hujan Deras: Polsek Banjarwangi Evakuasi Korban Longsor di Tanjungjaya
Berita ini 4 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Senin, 4 Agustus 2025 - 15:34 WIB

Rendy Destra: Rapimda Berjalan Lancar Meski Penuh Dinamika, Agil Syahrizal Diusung Melalui Proses Demokratis

Senin, 4 Agustus 2025 - 13:52 WIB

Sekdes Mekarjaya Aktif Salurkan Bantuan Beras dan Kawal Program Pembinaan Desa

Senin, 4 Agustus 2025 - 13:50 WIB

Polsek Banjarwangi Cek TKP Longsor yang Menimpa Rumah Warga

Senin, 4 Agustus 2025 - 13:26 WIB

Dedi Rudiana, Kepala Desa yang Menginspirasi: Masyarakat Cikelet Nobatkan Kades Cigadog sebagai Teladan Kepemimpinan

Senin, 4 Agustus 2025 - 11:39 WIB

Pemdes Situsari Gelar Pencermatan RPJMDes dan Evaluasi RKPDes 2025: Landasan Strategis Menuju Pembangunan Desa yang Lebih Responsif dan Terarah

Berita Terbaru