Dalam wawancara yang dilakukan di kantornya pada Sabtu (24/5/2025), Ate mengungkapkan bahwa curah hujan tinggi yang melanda wilayah Garut dalam beberapa pekan terakhir menjadi penyebab utama menurunnya minat wisatawan untuk berkunjung ke destinasi wisata alam terbuka seperti Situ Cangkuang.
“Sejak awal bulan, hujan turun hampir setiap hari. Situasi ini membuat banyak calon wisatawan membatalkan atau menunda rencana berkunjung. Apalagi, destinasi ini berbasis alam terbuka, sehingga pengunjung sangat bergantung pada cuaca,” ujarnya. Sabtu, (24/05/2025).
Persiapan Tetap Dilakukan Meski Pengunjung Sepi
Meskipun kondisi pengunjung cenderung sepi, pihak UPT Pariwisata Situ Cangkuang tidak mengendurkan kesiapsiagaan. Mereka tetap menjalankan langkah-langkah antisipatif menghadapi kemungkinan lonjakan pengunjung secara mendadak, terutama saat hari libur nasional dan akhir pekan menjelang Idul Adha.
“Kami tetap siaga. Tidak menutup kemungkinan jumlah pengunjung akan meningkat drastis jika cuaca tiba-tiba membaik. Oleh karena itu, seluruh fasilitas kami pastikan dalam kondisi prima,” ujar Ate.
Pihaknya telah menyiagakan personel kebersihan, melakukan pemeriksaan berkala terhadap rakit penyeberangan, fasilitas toilet umum, tempat istirahat, hingga ruang informasi. Koordinasi juga dilakukan dengan aparat keamanan untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan wisatawan.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap pengunjung yang datang tetap mendapat pelayanan terbaik, meski dalam kondisi kunjungan rendah,” tambahnya.
Wisata Budaya Kaya Nilai, Perlu Sentuhan Promosi Digital
Situ Cangkuang dikenal luas sebagai destinasi yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga kekayaan sejarah dan budaya. Di tengah danau yang menjadi pusat kawasan ini berdiri Candi Cangkuang, sebuah peninggalan budaya Sunda klasik yang masih terjaga.
Candi ini, bersama dengan nuansa kampung adat di sekitarnya, menjadi daya tarik edukatif dan spiritual yang selama ini banyak dimanfaatkan untuk wisata keluarga dan kunjungan pelajar. Namun demikian, perubahan gaya wisata masyarakat, serta terbatasnya promosi digital, dinilai menjadi faktor lain yang turut mempengaruhi rendahnya jumlah pengunjung.
“Kami melihat bahwa masyarakat kini lebih sering mencari informasi wisata melalui media sosial dan platform digital. Sayangnya, promosi Situ Cangkuang di ruang digital masih sangat terbatas,” ungkap Ate.
Ia berharap ke depan ada dorongan lebih kuat dari Dinas Pariwisata Kabupaten Garut dalam mendorong strategi pemasaran digital, baik melalui kerja sama dengan influencer pariwisata, pembuatan konten visual berkualitas, maupun integrasi ke dalam platform reservasi wisata berbasis aplikasi.
Optimisme Sambut Libur Sekolah dan Akhir Tahun
Meski suasana menjelang Idul Adha belum begitu menggembirakan, pihak pengelola Situ Cangkuang tidak kehilangan harapan. Mereka menargetkan momentum libur sekolah pertengahan tahun serta libur akhir tahun 2025 sebagai momen kebangkitan kunjungan wisatawan ke kawasan tersebut.
“Kami tetap optimis. Ketika cuaca mulai membaik dan masyarakat memiliki ruang lebih untuk bepergian, Situ Cangkuang akan kembali ramai. Ini adalah ikon wisata Garut yang harus terus dijaga eksistensinya,” kata Ate.
Sebagai penutup, ia menekankan pentingnya sinergi antara pengelola, pemerintah daerah, pelaku UMKM lokal, dan media dalam mendukung revitalisasi sektor pariwisata Garut secara umum, serta Situ Cangkuang secara khusus.
“Situ Cangkuang bukan hanya aset wisata, tapi juga cermin budaya dan sejarah Garut. Kita semua punya tanggung jawab untuk merawat dan mempromosikannya agar tetap relevan di tengah zaman yang terus berubah,” tutupnya. (Red)