Meski diterpa kritik, tuduhan, dan laporan, Dedi justru menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang selama ini menunjukkan perhatian terhadap upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dalam menangani anak-anak dan remaja berperilaku khusus atau istimewa.
Menurut Dedi, kritik dan pelaporan tersebut bukanlah sesuatu yang perlu ditanggapi secara negatif. Baginya, hal itu merupakan bagian dari risiko dan konsekuensi yang harus dihadapi seorang pemimpin yang sedang berupaya keras memperbaiki nasib generasi muda.
“Saya yakin seluruh kritik, saran, dan pelaporan itu didasarkan pada concern, keberpihakan, dan kecintaan terhadap anak-anak dan remaja di Jawa Barat,” kata Dedi dalam video yang diunggah di akun media sosialnya, Sabtu (10/5/2025).
Mengajak Semua Pihak Bersatu Menyelesaikan Masalah
Lebih jauh, Dedi menyampaikan ajakan terbuka kepada semua pihak yang memiliki perhatian khusus terhadap anak-anak istimewa di Jawa Barat untuk bersama-sama mencari solusi.
Menurutnya, saat ini ada banyak anak yang telah didaftarkan orang tuanya ke Dinas Pendidikan tingkat kota, kabupaten, maupun provinsi untuk mengikuti pola pendidikan dengan pendekatan barak militer. Sistem antrean pun sudah terjadi, mengingat jumlah anak yang didaftarkan terus bertambah.
“Kami dengan tangan terbuka mengajak untuk bersama menyelesaikan,” kata Dedi. Ia berharap masyarakat yang peduli, termasuk para kritikus, bisa langsung terlibat dalam memberikan solusi.
Di sisi lain,Dedi mempersilakan mereka untuk mendatangi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan membantu menampung serta mendidik anak-anak tersebut.
Peran Bersama untuk Ringankan Beban Pemerintah
Dedi juga mengingatkan bahwa tugas membina generasi muda tidak hanya menjadi tanggung jawab gubernur atau pemerintah semata, tetapi membutuhkan peran serta seluruh elemen masyarakat.
“Agar tugas pemprov, gubernur, wali kota, bupati menjadi lebih ringan, saya sangat berharap bapak dan ibu semua mau menerima anak-anak ini, mendidik dan mengarahkan dengan pola yang dimiliki, yang barangkali jauh lebih baik dari pola kami,” jelasnya.
Menurut Dedi, jika setiap pihak mau turun tangan, maka pemerintah dapat lebih fokus menyelesaikan tugas-tugas penting lainnya. “Saya bisa terkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lain,” tambahnya.
Buka Ruang untuk Yayasan, Lembaga, dan Pengacara
Tak hanya terbatas pada pemerintah dan masyarakat, Dedi bahkan membuka kesempatan bagi rumah, yayasan, lembaga pendidikan, maupun kantor pengacara untuk terlibat langsung dalam proses pendidikan anak-anak berperilaku khusus.
“Yang tinggal di Depok, selesaikan di Depok. Yang tinggal di Bekasi, selesaikan yang di Bekasi. Yang tinggal di Kota Bandung, selesaikan yang di Kota Bandung. Tugas akan selesai manakala ditanggung secara bersama,” tegasnya.
Dedi menekankan bahwa keberhasilan menangani anak-anak istimewa tidak mungkin tercapai jika hanya dibebankan pada satu pihak. “Semua ini adalah kerja besar. Anak-anak adalah aset masa depan kita. Saya percaya jika kita bergandengan tangan, maka tak ada masalah yang tak bisa kita pecahkan,” pungkas Dedi.
Pelaporan ke Komnas HAM sendiri muncul di tengah kontroversi kebijakan Pemprov Jawa Barat yang menerapkan pola pendidikan semi-militer untuk anak-anak dan remaja dengan perilaku khusus.
Sebagian pihak menilai pendekatan itu terlalu keras dan berpotensi melanggar hak-hak anak, sementara sebagian lainnya mendukung langkah tegas demi membentuk kedisiplinan dan membina masa depan mereka.
Meski berada di bawah sorotan, Dedi menunjukkan sikap terbuka dan tidak defensif. Ia berharap momentum ini bisa menjadi jembatan untuk membangun kolaborasi yang lebih luas demi kebaikan anak-anak Jawa Barat. (Red)