Dalam pertemuan ini, FMPG mengajukan usulan penting terkait nasib dan peran strategis Pedagang Kaki Lima (PKL) di tengah kekosongan regulasi pasca dicabutnya Permendagri No. 41 Tahun 2012.
Rawink menekankan pentingnya DPRD Garut menyusun Peraturan Daerah (Perda) baru yang secara tegas mengatur pemberdayaan PKL sebagai subjek ekonomi, bukan sekadar objek penertiban.
“Saya hari ini menyampaikan saran kepada DPRD terkait pemberdayaan PKL, karena Permendagri 41/2012 sudah tidak berlaku lagi. Oleh karena itu, saya mendorong DPRD untuk menyusun dan menerbitkan Perda sebagai payung hukum baru,” ungkapnya.
Lebih dari sekadar pelibatan formal, Rawink mengusulkan agar pemberdayaan PKL diposisikan sebagai bagian dari strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus penguatan identitas wisata lokal Garut.
“Saya pikir tidak ada salahnya jika PKL diberdayakan sebagai bagian dari daya tarik wisata. Misalnya, agar tidak melanggar Perda K3, mereka bisa diizinkan berjualan mulai sore hingga malam hari. Dengan begitu, PKL bisa menjadi pusat belanja bagi wisatawan yang datang ke Garut,” tambahnya.
Dalam pandangan FMPG, sinergi antarsektor menjadi kunci. Menurut Rawink, kolaborasi lintas SKPD akan memuluskan implementasi dan menjamin keberlanjutan gagasan ini.
“Jika pemberdayaan PKL ini menjadi bagian dari pengembangan sektor pariwisata, maka unsur pendukung lain juga harus disiapkan. Misalnya, pembangunan gedung parkir untuk kenyamanan wisatawan. Saya yakin, jika hal ini digagas secara kolaboratif, akan membawa banyak dampak positif bagi daerah,” tutupnya.
Audiensi ini menegaskan bahwa keberpihakan terhadap sektor informal tidak cukup hanya dengan narasi.
Dibutuhkan langkah konkret berupa regulasi, kebijakan lintas sektor, dan komitmen politik untuk menjadikan PKL sebagai bagian dari wajah baru ekonomi rakyat Garut. (Eldy)
