Nusaharianmedia.com 23 November 2025 — Direktur Utama Perumda Air Minum Tirta Intan Garut, Dr. H. Dadan Hidayatulloh, S.Ag., M.I.Pol., menghadiri Diskusi Lingkungan dan Penanaman Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kehati yang digelar di kawasan RTH Kehati Copong, Garut. Kegiatan ini digagas oleh organisasi pecinta lingkungan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS) sebagai upaya menjaga ekosistem daerah resapan dan kelestarian mata air.
Hadir pula Wakil Bupati Garut drg. L. Putri Karlina, MBA, Ketua DPRD Garut Aris Munandar, S.Pd.I, serta perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Garut. Kehadiran unsur pemerintah daerah tersebut menunjukkan dukungan kuat terhadap gerakan penghijauan yang dimotori komunitas lingkungan.
Acara ini melibatkan pegiat lingkungan, komunitas pecinta alam, tokoh masyarakat, hingga unsur perangkat daerah, dengan fokus pada pemulihan kualitas lingkungan dan penguatan kawasan resapan air. Dalam sambutannya, Dr. Dadan menegaskan bahwa penanaman pohon di kawasan mata air merupakan langkah strategis dalam menjaga keberlangsungan sumber air bersih.

PDAM Imbau Kurangi Penggunaan Sumur Dalam dan Perkuat Program Konservasi
Dalam forum tersebut, Dr. Dadan menekankan pentingnya mengurangi penggunaan sumur dalam dan mulai beralih pada pemanfaatan air permukaan yang lebih aman secara ekologis.
Menurutnya, PDAM terus menjalankan program konservasi melalui kolaborasi dengan Libas dan berbagai stakeholder lainnya, termasuk kegiatan rutin reboisasi dan penanaman pohon sebagai bagian dari Gerakan Revolusasi Menjaga Mata Air.
“Tanaman pohon di lingkungan mata air menjadi bagian penting dari upaya menjaga keberlangsungan sumber air,” ujarnya.

PDAM juga menerapkan pengawasan berbasis petugas lapangan di setiap titik mata air untuk memastikan stabilitas debit, kualitas, dan keamanan pasokan air terutama pada musim hujan dan potensi banjir.
Dr. Dadan mengingatkan bahwa Garut adalah daerah hulu penghasil air yang memasok kebutuhan wilayah lain, sehingga memiliki tanggung jawab ekologis strategis. Ia menyinggung kembali banjir bandang Garut 2016 sebagai akibat rusaknya kawasan hulu dari Gunung Papandayan hingga titik-titik mata air.
“Ketika hulu gundul, maka konsekuensinya akan terasa di bawah. Tanah tidak mampu menyerap air dan akhirnya terjadi banjir bandang,” tegasnya.
Menurutnya, peristiwa itu harus menjadi pengingat kolektif agar masyarakat lebih peduli pada konservasi.
Ekowisata Tidak Boleh Lepas dari Konservasi
Dadan menyoroti pesatnya perkembangan ekowisata di Garut, termasuk kawasan Darajat yang banyak dikunjungi wisatawan karena lanskap alam dan paparan media sosial.
“View yang bagus membuat orang datang, tapi kita tidak boleh melupakan bagaimana merawat air permukaan sebagai sumber kehidupan,” ujarnya.
PDAM Siapkan Pemanfaatan Air Cimanuk sebagai Sumber Air Bersih
Dr. Dadan memaparkan rencana pemanfaatan air permukaan Sungai Cimanuk sebagai sumber air baku untuk menekan ketergantungan pada sumur dalam.
“Insya Allah air permukaan Cimanuk akan kita manfaatkan menjadi air bersih. Yang penting air diolah hingga layak dan sehat,” jelasnya.
Ia menyebut daerah seperti Cirebon dan Indramayu telah lebih dulu mengadopsi sistem tersebut.
Peringatan Bahaya Ekstraksi Air Tanah Berlebihan
Dadan menegaskan bahwa penggunaan sumur dalam secara masif dapat memicu abrasi tanah, penurunan muka tanah, dan risiko bencana lingkungan lainnya.
“Kalau sumur dalam terus digunakan tanpa pengawasan, Garut bisa mengalami abrasi. Itu sangat mungkin terjadi,” tandasnya.
Ia menambahkan bahwa 85 persen wilayah Garut merupakan kawasan konservasi dan status itu masih berlaku.
Ajak Masyarakat Berkolaborasi Menjaga Hulu dan Mata Air
Menutup pemaparannya, Dadan menyerukan kolaborasi lintas elemen—pemerintah, PDAM, komunitas lingkungan, dan masyarakat.
“Air permukaan adalah masa depan kita. PDAM bertanggung jawab mengolahnya, masyarakat bertanggung jawab menjaganya. Kalau hulu rusak, hilir yang menerima akibatnya,” pungkasnya. (Hilman)







