Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah dialami oleh seorang anak bernama Ade (bukan nama sebenarnya). Ia merupakan warga Kelurahan Citeureup yang sejak awal berharap dapat diterima di salah satu SMP negeri di wilayah Kelurahan Cibabat, yang hanya berjarak sekitar 600 meter dari rumahnya. Namun harapan itu kandas karena terhambat aturan baru yang mengedepankan domisili administrasi, bukan lagi semata-mata berdasarkan jarak seperti sistem zonasi pada tahun sebelumnya.
Aturan Baru, Minim Sosialisasi
Kekecewaan mendalam dirasakan oleh orang tua Ade yang merasa bahwa proses ini tidak adil dan membingungkan. Saat ditemui di kediamannya, sang ayah, Bapak R, menyampaikan kegusaran dan kebingungannya.
“Jarak rumah kami ke sekolah di Cibabat hanya 600 meter, tapi karena secara administratif domisili kami ada di Citeureup, anak saya tidak bisa mendaftar. Sementara sekolah negeri yang ada di Citeureup justru lebih jauh, sekitar 900 meter. Akhirnya anak saya tidak lolos seleksi dan harus masuk ke sekolah swasta. Ini sangat mengecewakan,” ujarnya dengan nada sedih. Kamis,(03/07/2025).
Penerapan sistem domisili administratif dalam proses SPMB ini dinilai terlalu mendadak dan tidak disertai sosialisasi yang cukup. Banyak orang tua siswa merasa tidak memahami mekanisme baru yang digunakan, dan merasa tertipu karena mengandalkan informasi zonasi berdasarkan jarak seperti tahun sebelumnya.
Sistem Bermasalah dan Tidak Konsisten
Tidak hanya bermasalah dari sisi regulasi, sistem pendaftaran online yang disediakan oleh Dinas Pendidikan Kota Cimahi juga dikritik keras karena tidak berjalan optimal. Beberapa orang tua mengaku mengalami kendala teknis saat proses pendaftaran, mulai dari server yang tidak bisa diakses, hingga perubahan status penerimaan yang terjadi secara tiba-tiba.
Beberapa kasus mencuat ke publik, seperti siswa yang sebelumnya dinyatakan diterima di sekolah negeri, namun beberapa hari kemudian berubah menjadi tidak diterima tanpa penjelasan memadai. Sebaliknya, ada juga yang sebelumnya tidak diterima, kemudian mendadak masuk dalam daftar penerima. Ketidakpastian ini menimbulkan keresahan dan menimbulkan asumsi adanya potensi kecurangan atau manipulasi data.
Dewan Pendidikan: Dinas Tidak Profesional
Kritik paling keras datang dari Dewan Pendidikan Kota Cimahi. Dalam surat pernyataan sikap resmi bernomor 01/SP-DPKC/CMI/VI/2025, mereka menyatakan ketidakpuasan dan penolakan terhadap pelaksanaan SPMB tahun ini. Mereka menyebut bahwa alasan-alasan klasik yang selalu disampaikan oleh Dinas Pendidikan tiap tahun adalah bentuk dari ketidakprofesionalan dan ketidaksiapan institusi tersebut.
Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa proses SPMB tahun ini telah mencoreng wajah pendidikan di Cimahi dan menjadi preseden buruk bagi pelayanan publik di sektor pendidikan.
“Kami menilai alasan yang disampaikan Dinas Pendidikan hanya sebatas alibi yang terus diulang dari tahun ke tahun. Ini menandakan tidak adanya evaluasi serius dan itikad baik untuk memperbaiki sistem,” tulis pernyataan tersebut.
Masyarakat dan Lembaga Sipil Bereaksi
Sejumlah elemen masyarakat turut bersuara. Organisasi masyarakat sipil, aktivis pendidikan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Cimahi kompak menyatakan kekecewaannya. Mereka menilai Dinas Pendidikan tidak menjalankan fungsi layanan publik dengan baik dan justru menimbulkan kebingungan serta ketidakadilan bagi warga.
“Ini bukan sekadar soal teknis, tapi soal keadilan. Banyak warga yang tidak mengerti regulasi baru. Sosialisasi minim, sistem error, dan yang paling fatal: tidak ada transparansi. Kami mendorong Wali Kota Cimahi segera mengevaluasi kinerja Dinas Pendidikan secara menyeluruh,” ujar salah satu aktivis pendidikan, Asep Nurdiansyah.
Desakan Evaluasi dan Audit Sistem
Berbagai kalangan kini mendesak agar Pemkot Cimahi segera melakukan audit terhadap sistem SPMB 2025 dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Dinas Pendidikan. Diperlukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola pendidikan, khususnya pada proses seleksi penerimaan murid baru agar tidak terjadi lagi diskriminasi atau ketidakadilan dalam pelayanan publik.
Tidak hanya soal regulasi, sorotan juga diarahkan kepada mekanisme teknologi informasi yang digunakan. Transparansi data, akses yang adil, dan kejelasan informasi menjadi tuntutan utama masyarakat.
Catatan Buruk untuk Dinas Pendidikan
Dengan berbagai permasalahan yang terjadi, publik menilai pelaksanaan SPMB tahun 2025 di Kota Cimahi adalah salah satu yang terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Kejadian ini tidak hanya melukai hati para orang tua dan siswa, tetapi juga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan dan pemerintah daerah.
Jika tidak segera dilakukan evaluasi dan perbaikan sistemik, kegagalan ini dikhawatirkan akan terus terulang di tahun-tahun mendatang, dan menciptakan jurang ketidakpercayaan antara masyarakat dengan institusi pendidikan yang seharusnya menjadi garda terdepan mencerdaskan kehidupan bangsa. (Gibran)