Informasi ini pertama kali mencuat dari keluhan sejumlah orang tua siswa yang merasa keberatan karena tiba-tiba diwajibkan membayar sejumlah uang untuk keperluan foto kenang-kenangan. Menurut mereka, pemberitahuan terkait kegiatan tersebut sangat minim, bahkan tanpa adanya musyawarah atau kesepakatan terbuka.
“Awalnya kami diberi tahu bahwa anak-anak hanya akan difoto untuk dokumentasi. Tapi belakangan kami dipaksa membayar. Jumlahnya tidak sedikit, dan kami tidak diberi pilihan apakah mau ikut atau tidak,” ujar seorang wali murid yang meminta identitasnya tidak disebutkan.
Ia mengaku kecewa karena sekolah tidak memberikan ruang untuk menyampaikan keberatan. “Kami seperti dipaksa menerima keputusan sepihak. Padahal ini menyangkut kondisi keuangan kami yang terbatas,” tambahnya.
Melanggar Aturan Gubernur Jawa Barat
Apa yang terjadi di Cipetey ini dinilai telah melanggar secara terang-terangan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat yang dikeluarkan sejak beberapa tahun lalu. Dalam surat tersebut, ditegaskan bahwa seluruh satuan pendidikan di bawah jenjang menengah, termasuk TK, dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun terkait kegiatan akhir tahun seperti perpisahan, wisuda, atau pemotretan.
Surat Edaran tersebut tidak hanya bersifat anjuran, tetapi merupakan bentuk penegakan kebijakan pendidikan yang inklusif, murah, dan adil. Tujuannya adalah untuk menghilangkan praktik komersialisasi pendidikan yang sering kali memberatkan wali murid, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
“Larangan pungutan ini adalah bentuk perlindungan terhadap hak-hak peserta didik dan orang tua. Kegiatan pendidikan harus bersifat edukatif, bukan ajang mencari keuntungan,” ungkap seorang pemerhati pendidikan di Garut.
Riki Rustiana Desak Penindakan Tegas
Aktivis muda yang juga pemerhati kebijakan publik, Riki Rustiana, turut bersuara keras menanggapi kasus ini. Ia mengatakan bahwa praktik seperti ini merupakan bentuk pelanggaran serius yang tidak boleh dibiarkan berkembang di lingkungan pendidikan.
“Ini adalah temuan yang sangat memprihatinkan. Jika benar ada pungutan untuk pemotretan yang dilakukan tanpa dasar hukum dan tanpa persetujuan orang tua, maka itu adalah bentuk pungli terselubung. Laporkan saja langsung, kami siap menindaklanjuti,” kata Riki saat dikonfirmasi pada Senin (20/05/2025).
Menurutnya, setiap dugaan pelanggaran yang masuk akan segera diklarifikasi bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Garut. Jika terbukti ada pelanggaran administratif, pihak sekolah akan diberi sanksi mulai dari teguran hingga pencabutan izin operasional, terutama jika ditemukan adanya pola pelanggaran yang berulang.
“Pendidikan usia dini seharusnya menjadi ruang bermain yang menyenangkan, bukan ladang pungli berkedok seremonial. Kami akan kawal agar peraturan dijalankan dan lembaga yang melanggar ditindak,” tegas Riki.
Seruan untuk Masyarakat: Laporkan dan Awasi!
Sebagai langkah preventif dan responsif, Dinas Pendidikan Kabupaten Garut bersama tokoh-tokoh masyarakat telah membuka jalur pengaduan resmi. Saluran ini bisa diakses oleh masyarakat melalui berbagai platform seperti hotline telepon, email, hingga layanan pesan cepat seperti WhatsApp.
“Kami mengimbau masyarakat, khususnya para orang tua, untuk tidak takut melapor jika merasa dibebani pungutan tidak wajar. Semua laporan akan kami tindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku,” ujar Riki.
Ia juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam mengawasi proses pendidikan di daerahnya. Menurutnya, hanya dengan keberanian warga untuk bersuara dan melapor, praktik-praktik menyimpang seperti ini bisa diberantas dari akar.
“Kita tidak bisa biarkan anak-anak kita tumbuh dalam sistem pendidikan yang mencederai nilai-nilai keadilan. Pendidikan harus mencerahkan, bukan membebani,” tutup Riki.
Menurut Riki Rustiana,adanya kasus dugaan pungutan pemotretan di dua TK wilayah Cipetey ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh satuan pendidikan di Kabupaten Garut dan sekitarnya.
Komersialisasi dalam bentuk apapun, terlebih yang menyasar keluarga dari kalangan bawah, jelas bertentangan dengan semangat pendidikan yang inklusif dan berkeadilan.
Pemerintah daerah dan masyarakat harus terus bergandeng tangan untuk memastikan bahwa dunia pendidikan benar-benar menjadi tempat yang aman, menyenangkan, dan membentuk karakter sejak dini bukan justru menciptakan beban baru yang tidak perlu. (Tim)