Lulusan ekonomi dari salah satu kampus ternama di Jawa Barat ini memilih jalan berbeda: bukan mengejar kekuasaan atau ketenaran, melainkan menjadi “api kecil” yang menyala di tengah rakyat kecil melalui GEMA PS (Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial).
GEMA PS bukan organisasi elitis. Ia tumbuh dari keresahan warga desa yang merindukan keadilan sosial, keberdayaan ekonomi, dan hadirnya negara dalam bentuk paling sederhana. Di sinilah Radit menjatuhkan pilihan pengabdiannya: bekerja sunyi, menyentuh langsung, dan membangkitkan kembali nilai-nilai kebangsaan dari bawah.
Aksi Nyata, Bukan Sekadar Retorika
Nama Radit mulai dikenal luas setelah menggagas program “Sekolah Rakyat Mandiri”, sebuah ruang edukatif informal untuk warga desa tertinggal.
Lewat program ini, ia bersama tim mengajarkan literasi dasar, manajemen UMKM, hingga pemahaman nilai-nilai Pancasila secara praktis. Bagi Radit, pendidikan bukan monopoli ruang kelas, melainkan kebutuhan hidup sehari-hari.
Tak hanya di bidang pendidikan, Radit juga dikenal cepat tanggap saat bencana melanda.
Dalam momen-momen kritis seperti banjir bandang atau tanah longsor, ia turun langsung bersama relawan GEMA PS lewat program “GEMA PS Peduli”, membawa logistik, menggalang bantuan, dan memberi penguatan psikologis bagi warga terdampak.
“Pengabdian tidak selalu dalam bentuk proyek besar. Seringkali, yang dibutuhkan rakyat adalah kehadiran, kepedulian, dan keikhlasan,” ujar Radit dalam wawancara khusus, Rabu (18/06/2025).
Menggerakkan Pemuda Lewat Teladan
Radit juga aktif menginisiasi berbagai forum diskusi, pelatihan kepemudaan, dan gerakan kolaboratif antar komunitas di Garut. Ia ingin membangkitkan kembali peran pemuda sebagai agen perubahan yang tidak terjebak pada apatisme.
“Kalau kita hanya diam dan menunggu, perubahan tidak akan pernah datang. Pemuda harus memulai dari desa, dari komunitas, dari apa yang bisa mereka ubah hari ini juga,” tegasnya.
Dengan gaya yang sederhana, santun, dan tidak banyak bicara soal pencitraan, Radit justru mendapatkan tempat di hati masyarakat. Banyak tokoh lokal dan kalangan akademisi mulai menyebutnya sebagai “pemimpin masa depan” yang tidak hanya memiliki kapasitas, tapi juga integritas dan keberpihakan.
Belum Tertarik Politik, Tapi Siap Bila Rakyat Memanggil
Meski namanya mulai disebut-sebut dalam bursa politik lokal, Radit mengaku belum ingin buru-buru terjun ke politik praktis. Ia masih ingin fokus memperkuat basis sosial dan membangun karakter pemuda melalui pendekatan edukatif dan kemanusiaan.
“Saya tidak menutup kemungkinan ke sana, tapi saya ingin benar-benar siap secara mental, jaringan, dan pemahaman. Kalau suatu saat rakyat memanggil, saya siap menjawab,” ujarnya mantap.
GEMA PS: Ideologi Pancasila yang Dihidupkan, Bukan Dihafalkan
Dalam setiap kegiatannya, GEMA PS selalu menjadikan Pancasila sebagai kompas moral dan operasional gerakan. Bagi Radit, nilai-nilai Pancasila tidak boleh hanya menjadi slogan upacara atau pajangan di dinding, melainkan harus menjadi sikap hidup sehari-hari.
“Pancasila hidup saat kita adil kepada tetangga, berbagi dengan yang miskin, dan menghargai perbedaan,” katanya.
Api Kecil yang Terus Menyala
Radit Julian bukan tokoh besar. Ia mungkin belum masuk berita nasional atau ruang-ruang elite. Tapi dari pelosok-pelosok desa, dari aula dusun, dari rumah-rumah warga yang tak tersentuh pembangunan, ia adalah api kecil yang menghangatkan dan menyalakan harapan.
Dalam dirinya, banyak orang melihat cermin dari pemuda ideal: cerdas, peduli, dan siap bekerja untuk rakyat. Indonesia, yang hari ini dipenuhi kegaduhan dan kesenjangan, membutuhkan lebih banyak sosok seperti Radit Julian mereka yang mengabdi bukan demi sorotan, tapi demi perubahan.
(DIX)