Nusaharianmedia.com — Hidup di rumah reyot berdinding bambu dan berlantai tanah, Yadi, warga Kampung Bojongwaru, Desa Padasuka, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, terpaksa bertahan dalam kondisi serba terbatas. Rumah yang nyaris roboh itu tidak hanya jauh dari kata layak huni, tetapi juga luput dari perhatian pemerintah, meskipun Yadi masuk kategori warga yang sangat membutuhkan bantuan.
Dalam keterangannya, Yadi mengaku kecewa terhadap program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) yang dinilainya kerap tidak tepat sasaran. Ia merasa, bantuan yang seharusnya menjadi harapan masyarakat miskin justru sering kali dipolitisasi dan tidak menyentuh warga yang benar-benar membutuhkan.
“Program Rutilahu itu seperti milik segelintir orang. Kami yang benar-benar butuh, justru tidak pernah dilirik,” ujarnya dengan nada getir saat ditemui di kediamannya, Selasa (6/8/2025).
Kondisi Memprihatinkan
Pantauan di lokasi menunjukkan kondisi rumah Yadi sangat memprihatinkan. Atap bocor, dinding rapuh, serta lantai tanah yang becek saat hujan turun. Fasilitas sanitasi pun tidak memadai, sehingga Yadi dan keluarganya hidup dalam risiko kesehatan sehari-hari.
Sorotan Publik dan Kritik Transparansi
Kisah Yadi memicu perhatian warga sekitar dan menyoroti lemahnya transparansi serta keadilan dalam verifikasi calon penerima bantuan Rutilahu. Banyak pihak menduga, penyaluran bantuan ini sering kali hanya menyasar warga yang memiliki kedekatan dengan aparat desa atau kelompok tertentu.
“Kalau bantuan cuma untuk yang dekat dengan perangkat desa, bagaimana nasib masyarakat miskin lain? Ini harus jadi perhatian pemerintah daerah,” kata salah satu tokoh masyarakat setempat yang enggan disebut namanya.
Pentingnya Pengawasan Program
Kasus ini menjadi cerminan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pendataan dan verifikasi program bantuan sosial, termasuk Rutilahu. Tanpa pengawasan ketat, program yang seharusnya membantu rakyat miskin justru berpotensi menjadi ajang tebang pilih dan rawan politisasi.