Dalam kegiatan ini, Ketua DPRD Kabupaten Garut, Aris Munandar, S.Pd, hadir langsung di tengah-tengah warga sebagai bentuk dukungan terhadap kebebasan berekspresi dan ruang partisipasi publik.
Kegiatan yang digagas oleh berbagai elemen masyarakat sipil, seniman, aktivis, dan pemuda Garut ini menjadi jembatan komunikasi antara rakyat dan wakil rakyat. Tidak hanya menjadi ajang orasi, panggung ini juga diisi dengan pembacaan puisi, pertunjukan seni, dan diskusi terbuka tentang isu-isu lokal seperti lingkungan, pendidikan, kesejahteraan, dan dinamika politik daerah.
“Ini Demokrasi yang Hidup dan Nyata”
Aris Munandar, yang hadir mengenakan pakaian kasual, disambut hangat oleh para peserta. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini.
“Ini bukan acara biasa. Ini adalah demokrasi dalam bentuk yang hidup dan nyata. Saya mendukung penuh kegiatan seperti ini karena memberi ruang bagi suara-suara rakyat untuk didengar langsung,” ujar Aris yang disambut tepuk tangan meriah.
Ia menegaskan bahwa DPRD Garut terbuka terhadap kritik dan masukan, serta mengajak generasi muda untuk berani tampil dan menyuarakan pendapatnya di ruang-ruang publik, bukan hanya lewat media sosial.
Aspirasi Mengalir dari Panggung ke Parlemen
Sesi orasi bebas menjadi momen warga menyampaikan langsung keluhan dan harapan mereka. Dari harga kebutuhan pokok yang melonjak, kesulitan pupuk bagi petani, hingga ketimpangan pembangunan.
Seorang aktivis muda bernama Adres (32) menyampaikan harapannya agar DPRD benar-benar menjadi saluran suara rakyat.
“Kami ingin, kehadiran Pak Ketua DPRD di sini bukan hanya simbolik, tapi juga menjadi jembatan suara kami ke ruang-ruang pengambilan keputusan,” ungkapnya.
Aris merespons dengan menyatakan bahwa aspirasi tersebut akan menjadi catatan penting, termasuk dorongan untuk memperjuangkan hak guru honorer dan kelompok-kelompok profesi lain yang selama ini belum mendapatkan perhatian layak.
Menuju Tradisi Politik yang Mendengarkan
Dalam pernyataan kepada media, Aris Munandar menilai mimbar rakyat seperti ini perlu dijadikan kegiatan rutin yang bisa menyentuh lebih banyak wilayah di Garut.
“Politik seharusnya hadir di tengah rakyat, bukan di balik meja rapat. Forum seperti ini bisa menjadi budaya baru dalam demokrasi lokal,” tegasnya.
Ia juga membuka peluang kolaborasi antara DPRD dengan komunitas sipil untuk menggelar forum serupa di kecamatan-kecamatan.
Akhir yang Penuh Harapan
Acara ditutup dengan pembacaan puisi bertema perjuangan rakyat oleh peserta yang hadir serta pertunjukan musik akustik dari kelompok seni lokal. Meskipun tak semua persoalan terpecahkan hari itu, para peserta merasa puas karena didengar dan dilibatkan.
Bagi Aris Munandar, kehadirannya di Panggung Rakyat bukan sekadar bentuk simbolik, tetapi komitmen nyata untuk memperkuat hubungan antara rakyat dan wakilnya di parlemen.(DIX)