Pertemuan ini bukan pertemuan resmi, tidak ada panggung, tidak ada pengeras suara, dan tak satu pun atribut partai yang mengemuka. Yang ada hanya obrolan santai, diskusi terbuka, dan semangat yang sama: membicarakan permasalahan masyarakat Garut yang kian kompleks, serta mencari jalan keluar secara nyata.
Yuda Puja Turnawan, sosok yang dikenal dekat dengan masyarakat kecil, menegaskan bahwa pendekatan personal dan keterbukaan terhadap aspirasi adalah kunci dari kerja legislator yang benar-benar merakyat.
“Saya selalu welcome terhadap siapa pun yang ingin berdiskusi. Ngopi bareng, ngobrol santai, tapi substansial. Karena dari percakapan santai itulah, seringkali muncul ide-ide besar untuk perbaikan masyarakat,” ujar Yuda. Senin malam, (12/05/2025).
Malam itu, diskusi berlangsung cukup tajam namun tetap dalam suasana kekeluargaan. Berbagai persoalan diangkat, mulai dari kemiskinan, perlunya program pemberdayaan yang lebih terarah, hingga kritik terhadap kebijakan pemerintah daerah yang dinilai masih setengah hati dalam menangani persoalan sosial.
Salah satu aktivis yang hadir, Eldy Supriadi dari Ruang Rakyat Garut, memberikan pandangan kritis terkait situasi kebijakan publik saat ini.
“Banyak kebijakan pemerintah yang, saya rasa, masih meraba-raba. Kita tidak bisa hanya mengandalkan seremoni dan simbolik, harus ada finalisasi nyata. Kebijakan sosial tidak cukup berhenti di atas kertas. Harus ada dampak langsung dan terukur di lapangan,” tegas Eldy.
Ia pun menegaskan komitmennya untuk tetap bersikap kritis. “Saya akan selalu dukung kebijakan yang baik untuk masyarakat, tapi saya tidak akan diam ketika ada kebijakan yang keliru. Kita harus luruskan bersama, bukan dalam rangka menjatuhkan, tapi menyelamatkan arah pembangunan,” tambahnya.
Diskusi tersebut tidak melulu soal kritik. Ada juga dorongan dan tawaran solusi yang disampaikan dari berbagai pihak. Para aktivis menyampaikan berbagai aspirasi dari bawah, termasuk usulan agar forum-forum kecil seperti ini diperbanyak, agar komunikasi antara wakil rakyat dan masyarakat tetap hidup dan tidak putus oleh tembok birokrasi.
Menariknya, meskipun pertemuan itu tidak resmi, para peserta merasa bahwa ruang seperti ini jauh lebih bernilai ketimbang rapat-rapat formal. Sebab, di sinilah rakyat merasa didengar, tanpa tekanan, tanpa sekat, dan penuh rasa saling percaya.
“Saya merasa, malam ini kita punya satu frekuensi. Ketika rakyat dan wakilnya bisa duduk bersama, membuka pikiran, dan bicara jujur tentang persoalan yang dihadapi, itu langkah awal dari perubahan,” ungkap seorang peserta diskusi yang merupakan penggiat sosial dari wilayah selatan Garut.
Kegiatan seperti ini, menurut Yuda, akan terus ia lakukan. Baginya, menjadi anggota DPRD bukan soal duduk di kursi empuk kantor, tapi bagaimana memastikan suara rakyat tetap hidup di ruang-ruang kebijakan.
“Ngopi bareng rakyat bukan sekadar gaya, tapi cara saya membumikan tugas dan fungsi sebagai wakil rakyat. Karena tidak ada keputusan politik yang benar, jika tidak dilandasi suara rakyat,” pungkas Yuda.
Pertemuan malam itu pun ditutup tanpa tepuk tangan, tanpa seremonial. Hanya senyum dan saling ucap terima kasih, dengan janji untuk terus menjaga semangat kebersamaan dan kritis demi Garut yang lebih adil dan berdaya. (Red)