Aktivis muda Garut, Iwan Setiawan, dengan lantang mengungkap sejumlah indikasi kuat penyimpangan dalam pelaksanaan BankeDes yang merugikan desa secara sistemik.
“Program yang seharusnya membangun desa, malah menjadi sumber penyakit birokrasi dan alat permainan elit,” tegas Iwan dalam keterangannya, Senin (23/06/2025).
Desa Jadi Korban Proyek Titipan
Menurut Iwan, desa-desa kini hanya menjadi pelaksana teknis dari proyek-proyek yang sudah ‘dikondisikan’ oleh oknum pengambil kebijakan, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
Sementara apa yang terjadi di lapangan, jelas terlihat carut marut dalam bidang pekerjaan, mulai dari penyusunan RAB, penunjukan rekanan, hingga pemilihan jenis pekerjaan sudah ditentukan sejak awal bahkan sebelum aspirasi masyarakat desa sempat dibahas.
“Desa hanya diberi peran sebagai pelengkap administratif. Ini bukan lagi pembangunan partisipatif, tapi penunjukan sepihak yang membungkam kedaulatan desa,” ujarnya.
Kualitas Proyek Buruk, Rakyat Jadi Korban
Iwan juga menyoroti dampak nyata dari praktik ini, yakni buruknya kualitas hasil proyek. Mulai dari jalan yang cepat rusak, bangunan fasilitas umum yang tidak layak, hingga pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi menjadi keluhan warga di banyak kecamatan, terutama di wilayah selatan dan Garut utara.
“Banyak pekerjaan yang dikerjakan asal-asalan karena anggaran riilnya sudah dipotong duluan. Rakyat yang menanggung kerugiannya,” ujar Iwan.
Setoran dan Bagi-Bagi Proyek: Bukan Rahasia Lagi
Lebih jauh, Iwan menyinggung soal praktik “setoran” untuk bisa mendapatkan proyek BankeDes. Dalam beberapa temuan di lapangan, disebutkan bahwa pengusaha atau rekanan harus menyetor 20–30% dari nilai proyek agar bisa “dipercayakan” menangani pekerjaan tersebut.
“Proyek rakyat dikorbankan demi membayar upeti politik. Kalau ini terus dibiarkan, tidak hanya anggaran yang bocor, tapi mental birokrasi akan terus rusak,” tegasnya.
Pengawasan Lemah, Institusi Tutup Mata
Aktivis muda ini juga mengkritisi lemahnya pengawasan dari lembaga teknis seperti DPMD dan Inspektorat. Banyak laporan dari masyarakat tidak ditindaklanjuti secara serius. Ia menduga ada pembiaran yang disengaja dan terstruktur demi menjaga status quo dan melindungi aktor-aktor yang terlibat.
“Kalau pengawasan tidak independen, rakyat tidak punya harapan. Harus ada reformasi menyeluruh dalam sistem pengawasan anggaran desa,” tegasnya.
Desakan Audit Forensik dan Tindakan KPK
Iwan Setiawan mendorong agar dilakukan audit forensik terhadap seluruh proyek BankeDes dalam lima tahun terakhir di Kabupaten Garut. Ia juga mendesak KPK, Kejaksaan, hingga Ombudsman RI untuk turun langsung mengusut tuntas dugaan praktik kotor yang sudah menjadi rahasia umum ini.
“Ini bukan soal proyek gagal, ini kejahatan publik. Aparat hukum harus berani membongkar sampai ke akar, termasuk aliran dana yang mengalir ke elit tertentu,” ujarnya.
Iwan: “Saatnya Desa Bicara, Lawan Penindasan Anggaran!”
Sebagai penutup, Iwan mengajak para kepala desa, tokoh masyarakat, LSM, dan seluruh elemen rakyat untuk bersatu menuntut hak-hak pembangunan yang sejati.
“Jangan biarkan desa terus dimiskinkan oleh sistem yang dikendalikan dari atas. Ini waktunya bicara, waktunya melawan. Jangan diam saat rakyat dikhianati,” pungkasnya. (Red)