Garut,Nusaharianmedia.com – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Garut, Jawa Barat mengambil langkah strategis dalam menghadapi tantangan kerusakan lingkungan yang kian kompleks.
Pada Kamis, 25 April 2025, DLH menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang difokuskan pada upaya konservasi dan pelestarian lingkungan di wilayah Kabupaten Garut. FGD ini dipimpin langsung oleh Kepala DLH Garut, Jujun Juansyah, S.T., M.T., dan dihadiri oleh berbagai unsur masyarakat, komunitas lingkungan, perwakilan sektor swasta, perbankan, serta pemangku kepentingan lainnya.
Dalam sambutannya, Jujun menyampaikan bahwa kondisi lingkungan di Kabupaten Garut saat ini memerlukan perhatian serius.
“Kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai wilayah Garut, khususnya di daerah aliran sungai dan kawasan rawan longsor, menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan ekosistem dan kehidupan masyarakat. Karena itu, perlu gerakan bersama yang terstruktur, terukur, dan berkelanjutan,” ujarnya. Kamis, (24/04/2025).
FGD ini menjadi ruang dialog dan penyusunan rencana aksi konkret yang melibatkan banyak pihak. Terdapat dua lokasi yang menjadi fokus utama dalam inisiasi konservasi ini, yaitu kawasan Ibrahim Aji dan bantaran Sungai Cimanuk, tepatnya di wilayah Kecamatan Garut Kota, Tarogong Kidul dan Tarogong Kaler.
Kawasan-kawasan ini dinilai strategis sekaligus rentan mengalami degradasi lingkungan jika tidak segera ditangani.
Menurut Jujun, kegiatan ini merupakan bentuk fasilitasi dari DLH atas usulan masyarakat dan penggiat lingkungan yang sudah lama menyuarakan pentingnya penanganan terpadu terhadap krisis lingkungan.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan sinergi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Kolaborasi lintas sektor adalah kunci keberhasilan konservasi ini,” tegasnya.
Dalam diskusi tersebut, seluruh peserta sepakat bahwa aksi yang akan dilakukan harus memiliki arah dan pembagian peran yang jelas. Oleh karena itu, dibentuklah sebuah skema kerja berbasis “siapa dan harus berbuat apa”, yang akan menjadi kerangka dalam pelaksanaan aksi di lapangan.
Perbankan, misalnya, bisa berkontribusi melalui penyediaan bibit pohon atau sarana prasarana pendukung lainnya. Komunitas lokal dan penggiat lingkungan akan terlibat dalam proses penanaman dan pemeliharaan tanaman.
Jujun juga menegaskan pentingnya penyesuaian waktu pelaksanaan aksi dengan kondisi cuaca dan musim. “Jika penanaman dilakukan di musim kemarau, maka harus ada upaya penyiraman dan pemeliharaan yang rutin. Ini tidak bisa menjadi gerakan sesaat. Harus ada keberlanjutan agar hasilnya betul-betul berdampak positif bagi lingkungan,” paparnya.
Salah satu nilai penting dari inisiatif ini adalah pendekatannya yang tidak bergantung pada anggaran pemerintah. Semua kegiatan diarahkan melalui kolaborasi dan gotong royong.
“Kita tidak bicara tentang anggaran APBD di sini. Ini murni gerakan kolaboratif. Kita ingin membuktikan bahwa dengan niat baik dan kebersamaan, perubahan itu bisa dimulai dari sekarang,” kata Jujun.
FGD tersebut juga menjadi awal dari serangkaian pertemuan lanjutan yang akan memperkuat kerangka kerja dan jadwal pelaksanaan aksi konservasi. DLH bersama para mitra akan merumuskan formula akhir yang mencakup waktu pelaksanaan, lokasi penanaman, jumlah pohon yang akan ditanam, hingga mekanisme evaluasi keberhasilan program.
Di akhir pertemuan, Jujun mengajak seluruh peserta untuk menjadikan inisiatif ini sebagai proyek percontohan yang dapat direplikasi di berbagai wilayah lain di Kabupaten Garut.
“Kita ingin menunjukkan bahwa Garut bisa menjadi pionir dalam gerakan konservasi berbasis kolaborasi. Dari dua titik ini, semoga gerakan ini menjalar ke wilayah lain, dan membawa dampak besar bagi kelestarian lingkungan dan kehidupan generasi mendatang,” pungkasnya.
Kegiatan ini menjadi langkah awal yang menjanjikan dalam upaya penyelamatan lingkungan di Garut. Dengan semangat kolaborasi dan kesadaran bersama, masa depan lingkungan Garut diharapkan bisa lebih terjaga dan berkelanjutan. (DIX)