Kisah hidup Suryana adalah potret getir dari seorang manusia yang tersisih dalam diam. Wajahnya dipenuhi luka terbuka yang menganga, awalnya hanya benjolan kecil seperti bisul. “Saya pikir cuma bisul, tapi malah makin besar, bau, dan terus membusuk,” ucapnya lirih.
Dengan kondisi yang terus memburuk, ia sepenuhnya menggantungkan hidup pada belas kasih keluarga dan tetangga. Dahulu bekerja serabutan, kini untuk berjalan pun sudah sulit. Meski memiliki BPJS dan sesekali bisa berobat ke RS Hasan Sadikin Bandung, hambatan transportasi dan biaya pendukung menjadi beban besar.
“Kami sudah berusaha semampunya, tapi untuk kebutuhan yang lebih besar seperti ongkos ke Bandung, kami kewalahan,” ujar sang kerabat.
Lebih dari sekadar penderita kanker, Suryana adalah wajah nyata dari lansia miskin yang terabaikan sistem. Sepi, sakit, dan seperti dilupakan oleh negara dan lingkungan sosial. Ia tak meminta banyak, hanya ingin bertahan hidup dengan lebih layak dan itu pun kini terasa jauh.
Wartawan senior Garut,Diky Kusdian yang memantau langsung kondisi Suryana menyatakan, “Pak Suryana ini adalah korban dari tumpulnya sistem perlindungan sosial. Harusnya ada intervensi dari pemerintah dan masyarakat. Ia tidak bisa terus dibiarkan berjuang sendirian.”
Diky mengajak siapa pun yang masih punya hati untuk membantu: sembako, ongkos berobat, kebutuhan harian, hingga hanya sekadar menyapa dan menguatkan.
Salurkan Bantuan Anda
Bagi yang ingin berbagi, bisa datang langsung ke kediaman saudaranya di kawasan Jalan Pasundan, Kelurahan Sukadana, Garut Kota. Pihak keluarga membuka pintu selebar-lebarnya untuk bantuan dalam bentuk apa pun.
“Kadang Pak Suryana cuma ingin ada teman ngobrol. Itu saja sudah membuat beliau senang,” tutur seorang tetangga.
Kisah ini mengingatkan kita, bahwa tak semua orang bisa menikmati hari tua dengan damai. Di balik luka wajah yang menganga, ada jiwa yang masih ingin hidup, meski dunia seperti menutup mata. Mari ulurkan tangan, dan buktikan bahwa kepedulian itu masih ada.
(Eldy)