(Oleh : Diki Kusdian Pimpinan Redaksi Nusaharianmedia.com)
Awal Januari 2025 membawa harapan baru, sebuah momen di mana semua orang memulai perjalanan hidup mereka dengan semangat dan cita-cita baru. Namun, bagi sebagian orang, bulan ini bukan sekadar tentang resolusi atau pencapaian pribadi, melainkan juga tentang pergolakan hati—perasaan menanti seseorang yang belum pasti hadir.
Pertanyaan “Apakah aku sanggup dan siap menanti pujaan hati?” ini yang akan menjadi perenungan mendalam. Dalam cinta, menanti adalah ujian kesabaran dan keyakinan. Menanti bukan sekadar duduk diam tanpa arah, melainkan sebuah perjalanan batin yang penuh makna. Apakah aku mampu bertahan tanpa jaminan? Apakah aku siap menghadapi kemungkinan bahwa harapan ini mungkin tidak akan terwujud?
Cinta yang sejati memerlukan keberanian untuk tetap berharap meskipun jalan terlihat samar. Menanti seseorang yang kita yakini adalah bagian dari takdir kita tidak hanya menguji kesabaran, tetapi juga mempertebal rasa percaya kepada waktu dan rencana Tuhan. Namun, dalam penantian itu, kita sering lupa bahwa diri kita juga membutuhkan perhatian dan cinta.
Januari 2025 seharusnya menjadi waktu untuk tidak hanya menanti, tetapi juga mempersiapkan diri menjadi versi terbaik kita. Jika cinta itu benar-benar ditakdirkan, ia akan menemukan jalannya. Namun, apakah aku sanggup dan siap? Jawabannya ada pada bagaimana aku mengisi penantian ini.
Alih-alih membiarkan diri terjebak dalam ketidakpastian, mari jadikan penantian ini sebagai momen untuk bertumbuh. Dengan demikian, jika akhirnya ia datang, kita sudah siap menyambutnya dengan hati yang penuh, bukan dengan harapan yang rapuh. Dan jika ia tak pernah tiba, kita tetap memiliki cinta yang cukup untuk diri sendiri dan kehidupan.
Cinta bersemi di awal Januari, tetapi menanti adalah pilihan. Sanggup atau tidaknya, siap atau tidaknya, semuanya bergantung pada seberapa besar kita mencintai diri kita sendiri sebelum mencintai orang lain. Karena cinta sejati dimulai dari dalam hati yang damai dan tulus.