Kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana menjadi faktor kunci dalam meminimalisir dampak ketika bencana terjadi. Hal inilah yang mendorong Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kota Cimahi melaksanakan kegiatan sosialisasi, edukasi, dan simulasi mitigasi bencana di RW 18 Kelurahan Cipageran.
Sementara untuk kegiatan ini, berlangsung sejak 26 April 2025 ini sepenuhnya digelar secara swadaya dan mandiri bersama masyarakat.
Mengusung semangat penguatan kapasitas komunitas lokal, acara ini dimulai dengan sesi penyampaian informasi kebencanaan dan donor darah. Keesokan harinya, dilanjutkan dengan simulasi penanganan situasi darurat saat bencana, yang melibatkan partisipasi aktif puluhan warga dari berbagai usia.
Antusiasme Warga: Kesadaran Dimulai dari Hal Sederhana
Pantauan di lapangan menunjukkan antusiasme tinggi dari masyarakat. Warga tampak serius mengikuti arahan dan simulasi, memahami pentingnya langkah-langkah evakuasi, perlindungan diri, hingga prinsip-prinsip dasar pertolongan pertama.
Salah satu warga yang turut serta, Ibu Ida yang akrab disapa “Nenek”, meski telah berusia lanjut, dengan penuh semangat mengikuti setiap sesi yang diberikan.
“Kegiatan ini sangat bermanfaat. Kami mendapat tambahan ilmu tentang bagaimana menghadapi bencana. Harapannya, makin banyak warga lain yang bergabung di masa depan, supaya kita semua lebih siap dan tidak panik saat bencana terjadi,” tutur Nenek penuh semangat. Minggu, (27/04/2025).
Senada, Ketua RT Yayat Ruhiyatna menyoroti kondisi geografis lingkungan yang rentan terhadap berbagai ancaman, mulai dari rumah bertingkat, menara telekomunikasi, hingga pohon-pohon tua yang berpotensi roboh saat bencana terjadi.
“Lewat pelatihan ini, kami jadi tahu risiko-risiko yang sebelumnya mungkin kami abaikan, seperti pentingnya memperhatikan radius aman di sekitar menara. Edukasi seperti ini sangat perlu agar keselamatan warga tetap terjaga,” ujarnya.
Kebutuhan Mendesak: Penguatan Kapasitas Masyarakat Lokal
Dalam sesi penutupan, Ketua FPRB Kota Cimahi, Panji Lawalanu, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan respons atas permintaan warga sendiri. Menurutnya, keinginan masyarakat untuk belajar tentang mitigasi adalah sinyal positif yang harus terus disemai.
“Ini bukan inisiatif sepihak dari FPRB, melainkan hasil dialog dengan warga RW 18 Cipageran. Kami melihat kesadaran mulai tumbuh. Tentu, ini harus kita dorong bersama,” ucap Panji.
Ia mengingatkan bahwa berdasarkan kajian risiko bencana, Kota Cimahi menghadapi ancaman besar dari aktivitas Sesar Lembang yang berpotensi memicu gempa bumi kuat.
Gempa, lanjutnya, adalah bencana yang terjadi tanpa peringatan dini, sehingga upaya penyelamatan diri tidak bisa semata-mata bergantung pada bantuan instansi formal.
“Kita tidak bisa hanya berharap pada BPBD, PMI, atau Tagana. Saat gempa terjadi, mereka butuh waktu untuk menjangkau semua lokasi terdampak, apalagi Kota Cimahi memiliki 312 RW yang harus ditangani. Karenanya, kemandirian warga dalam menyelamatkan diri menjadi kunci,” tegas Panji.
Ajakan untuk Kolaborasi Nyata
Panji menekankan pentingnya keterlibatan semua unsur dalam upaya mitigasi, mengingat besarnya tantangan dalam menghadapi bencana alam. Ia meminta agar prinsip pentahelix, sinergi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media — benar-benar diterapkan, bukan sekadar jargon.
“Kami sudah memulai dari komunitas. Yang kami butuhkan sekarang adalah dukungan nyata dari pemerintah yang punya program, anggaran, kewenangan, dan kebijakan. Bencana adalah urusan semua pihak. Kalau tidak ada kesadaran kolektif, maka saat bencana terjadi, semua harus siap memulai kembali dari nol,” pungkas Panji.
Melalui kegiatan ini, FPRB Cimahi berharap tumbuhnya budaya sadar risiko di tengah masyarakat, sebagai bagian dari upaya membangun kota yang lebih tangguh menghadapi ancaman bencana di masa depan. (Asep, S)