Nusaharianmedia.com 03 Oktober 2025 — Polemik antara Yayasan Baitul Hikmah Al Mamuni (YBHM) dan Yoma terkait sengketa lahan kembali mendapat sorotan tajam dari DPRD Kabupaten Garut. Salah satu yang menyoroti persoalan ini adalah Ketua Fraksi PKB DPRD Garut sekaligus anggota Komisi I, Luqi Sa’adilah Farindani, SE.
Meski hingga kini pengadilan belum memutuskan perkara tersebut, pihak Yoma disebut tetap melanjutkan proses pembangunan di atas lahan yang masih berstatus sengketa.
Luqi menyatakan keprihatinannya atas sikap tersebut dan menegaskan bahwa DPRD Garut merespons persoalan ini karena menyangkut nasib banyak pihak, terutama lembaga pendidikan serta masyarakat yang mempercayakan anak-anaknya menempuh pendidikan di lokasi tersebut.

“Kenapa kami merespons? Karena ini menyangkut nasib berbagai pihak, khususnya dalam persoalan pendidikan. Kalau dilihat dari sisi prosedur hukum, kami mempertanyakan dasar lahirnya sertifikat yang dimiliki pihak kedua atau ketiga. Apa dasar hukumnya? Apakah tidak terjadi tumpang tindih atau alih kekuasaan yang tidak sah? Ini harus jelas,” ujar Luqi Sa’adilah saat ditemui di kantor DPRD Garut.
Ia menilai tanpa adanya kejelasan hukum dan administrasi, polemik ini berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat serta merugikan pihak-pihak yang terlibat di sektor pendidikan.
“Kalau ini tidak segera diselesaikan secara hukum, akan muncul simpang siur bahkan tekanan dari berbagai pihak—baik secara politik maupun hukum. Kami meminta agar persoalan ini segera diproses dan diselesaikan secara transparan, baik melalui jalur hukum maupun administrasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Luqi mengingatkan bahwa hasil audiensi sebelumnya antara DPRD Garut dengan kedua belah pihak telah menghasilkan kesepakatan agar pembangunan di lokasi YBHM dihentikan sementara hingga status kepemilikan lahan dan sertifikat tanahnya dinyatakan jelas secara hukum.
“DPRD sudah pernah meminta penghentian sementara pembangunan karena harus ada kepastian hukum, termasuk status sertifikat yang ada. Apalagi tanah itu berstatus wakaf, artinya pemilik mutlaknya masih muwakif atau pemberi wakaf. Jadi, siapa pun pengelola atau pengguna tidak bisa mengalihkuasakan tanpa izin dari muwakif,” jelasnya.
Menurut Luqi, pihak keluarga wakif pun telah memberikan keterangan bahwa mereka tidak mengetahui atau terlibat dalam proses penerbitan sertifikat baru. Kondisi ini, katanya, harus menjadi pertimbangan utama sebelum ada tindakan pembangunan lebih lanjut.
“Selama belum ada keputusan pengadilan, pembangunan tidak boleh dilakukan. Kalau tetap dikerjakan, seharusnya Satpol PP turun tangan untuk menghentikannya,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, DPRD Garut akan menyusun rekomendasi resmi kepada Bupati Garut, berupa nota dinas atau masukan agar persoalan ini segera ditindaklanjuti melalui koordinasi dengan instansi terkait seperti BPN, Satpol PP, dan dinas perizinan.
“Kami akan memberikan catatan kepada bupati untuk segera menindaklanjuti sesuai mekanisme hukum dan administrasi. Semua pihak harus dilibatkan agar jelas mana sertifikat yang sah, bagaimana proses pengalihan yang benar, dan siapa yang berhak secara hukum,” pungkas Luqi Sa’adilah. (Hil)
