Nusaharianmedia.com | Garut, 10 November 2025 — Bencana pergeseran tanah yang terjadi pada Agustus lalu di Kampung Cipadung, Desa Bojong, Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut, kembali menyingkap lemahnya sistem tanggap darurat pemerintah daerah dalam menghadapi situasi bencana. Sejumlah rumah warga rusak berat, bahkan satu sekolah ikut menjadi korban. Namun hingga kini, tidak ada langkah nyata, tidak ada tanggapan, dan tidak ada realisasi bantuan dari pihak berwenang.
Warga kini hidup dalam ketidakpastian. Sebagian terpaksa menumpang di rumah kerabat karena tempat tinggal mereka sudah tidak bisa dihuni. Aktivitas belajar di sekolah pun lumpuh lantaran bangunan mengalami retak parah dan lantai amblas.
“Sekolah kami rusak, tembok retak dan lantai amblas. Kami sangat berharap pemerintah segera turun tangan dan memberikan bantuan bagi warga yang terdampak,” ungkap salah seorang perwakilan sekolah dengan nada kecewa.

Aktivis sosial Banjarwangi, Aka Sudrajat, menilai lambannya langkah pemerintah menunjukkan lemahnya kepekaan terhadap penderitaan masyarakat.
“Saya berharap pemerintah cepat tanggap dalam menghadapi musibah ini. Sangat miris melihat warga yang rumahnya hancur terpaksa tinggal di rumah saudara tanpa kepastian kapan akan mendapat bantuan,” tegas Aka.
Lebih jauh, Aka juga mempertanyakan status anggaran Biaya Tak Terduga (BTT) yang sejatinya disiapkan untuk kondisi darurat seperti ini.
“Kami ingin tahu, sebenarnya anggaran BTT itu untuk apa? Pergeseran tanah ini terjadi sejak Agustus, sudah masuk kategori bencana, tapi sampai hari ini tidak ada tanggapan, tidak ada realisasi, bahkan tidak ada satu pun pejabat pemerintah yang menanyakan kabar atau sekadar meninjau warga terdampak. Kalau bukan untuk situasi seperti ini, lalu untuk apa BTT itu disiapkan?” cetusnya dengan nada geram.
Padahal, sesuai ketentuan, anggaran BTT dapat segera digelontorkan tanpa menunggu proses panjang apabila kondisi sudah dinyatakan darurat. Namun yang terjadi justru sebaliknya — pemerintah diam, sementara warga berjuang sendiri menghadapi dampak bencana.
Aka menilai, sikap lamban dan abai ini merupakan bentuk kelalaian moral sekaligus administratif dari pemerintah daerah. Ia mendesak agar Pemkab Garut segera menyalurkan bantuan darurat, menurunkan tim teknis ke lokasi, dan memastikan kebutuhan dasar warga serta keselamatan siswa sekolah terdampak benar-benar terpenuhi.
Sudah lebih dari dua bulan sejak pergeseran tanah itu terjadi, namun belum ada langkah konkret dari pemerintah. Warga Cipadung kini hanya bisa berharap agar pemerintah daerah tidak terus menutup mata, dan segera membuktikan tanggung jawabnya terhadap rakyat yang sedang menderita.
“Sudah lebih dari dua bulan sejak pergeseran tanah itu terjadi, tapi belum ada langkah konkret dari pemerintah. Kami di desa sudah berulang kali melaporkan dan meminta bantuan, tapi hasilnya nihil,” ujar Kepala Desa Bojong, Jalaludin, SH, saat ditemui di kantornya.
Ia menegaskan bahwa warga Cipadung kini hanya bisa berharap agar pemerintah daerah tidak terus menutup mata, dan segera membuktikan tanggung jawabnya terhadap rakyat yang sedang menderita.
“Kami hanya ingin perhatian nyata, bukan sekadar janji atau survei tanpa tindak lanjut. Masyarakat di sini sudah terlalu lama menunggu, sementara kondisi rumah dan tanah terus bergerak,” tambah Jalaludin.
(Red)
