(Oleh : Pimpinan Redaksi Nusaharianmedia.com)
Tahun 1990 adalah masa keemasan radio di Indonesia. Di era sebelum internet dan media sosial mengambil alih dunia informasi, radio menjadi teman setia di setiap sudut kehidupan masyarakat. Dari anak sekolah hingga ibu rumah tangga, semua memiliki kenangan manis yang terukir bersama suara penyiar yang membahana dari perangkat radio.
Salah satu hal yang paling ikonis dari radio pada masa itu adalah acara “sandiwara radio”. Kisah seperti Saur Sepuh, Misteri Gunung Merapi, hingga Brama Kumbara menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Suara-suara khas para aktor dan narasi dramatisnya mampu membawa pendengar berimajinasi seolah-olah berada langsung dalam alur cerita. Tak jarang, keluarga berkumpul di ruang tamu hanya untuk mendengarkan episode terbaru, menciptakan momen kebersamaan yang sulit ditemukan di zaman sekarang.
Selain itu, acara “request lagu” menjadi favorit kalangan muda. Lewat radio, para remaja menitipkan pesan manis atau ungkapan cinta untuk seseorang yang mereka kagumi. Nama-nama seperti “DJ Kumbang Malam” atau “Penyiar Anak Senja” menjadi fenomena tersendiri. Radio adalah medium untuk merayakan perasaan, baik cinta, rindu, atau patah hati. Bahkan, banyak hubungan asmara berawal dari interaksi di acara radio!
Radio di tahun 1990 juga menjadi pusat informasi. Tanpa adanya televisi di setiap rumah, masyarakat bergantung pada radio untuk mengetahui berita terkini, cuaca, atau pengumuman penting. Program berita seperti RRI Pro-3 menjadi rujukan utama. Suara penyiar yang berwibawa membuat informasi terdengar lebih meyakinkan.
Namun, kekuatan radio tidak hanya pada programnya, tetapi juga pada komunitasnya. Pendengar setia sering membentuk kelompok-kelompok kecil, saling berbagi pengalaman, hingga mengadakan pertemuan langsung yang disebut kopdar (kopi darat). Di sinilah terasa bahwa radio bukan sekadar media, tetapi juga penghubung antarmanusia.
Kini, radio tradisional mungkin telah kehilangan sebagian besar pendengarnya. Namun, kenangan akan masa-masa indah di tahun 1990 tetap hidup di hati mereka yang pernah mengalaminya. Radio bukan hanya alat, melainkan bagian dari perjalanan hidup. Ia mengajarkan kita bahwa dalam keterbatasan teknologi, kreativitas dan suara mampu menjangkau banyak hati.
Di balik semua itu, radio mengingatkan kita untuk lebih menghargai kehangatan komunikasi yang sederhana namun penuh makna—sesuatu yang sulit ditemukan di tengah hiruk-pikuk media digital saat ini.
Kisah lawas dari radio tahun 1990 akan terus menjadi nostalgia yang tak tergantikan.