Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) oleh masyarakat desa. Ini bukan sekadar tuntutan administratif, melainkan perjuangan panjang untuk mengukuhkan hak kelola masyarakat atas tanah yang mereka jaga secara turun-temurun.
Dalam acara peluncuran Dokumen Strategi Legalisasi KHDPK yang berlangsung pada Sabtu, 21 Juni 2025, di Garut, GEMA PS menegaskan bahwa legalitas bukan hanya simbol administratif, tetapi bentuk pengakuan negara atas peran masyarakat desa dalam merawat hutan.
Saat diwawancarai awak media. Sabtu, (21/06/2025), Ganda Permana,S.H. menyampaikan bahwa konsep perhutanan sosial harus berpijak pada prinsip keadilan, keberlanjutan, dan partisipasi aktif masyarakat.
“Kami ingin masyarakat desa tidak lagi hanya menjadi penonton di atas tanah yang mereka rawat secara turun-temurun. Legalitas pengelolaan KHDPK adalah langkah penting untuk mewujudkan hutan yang adil dan lestari,” tegas Ganda.
183 Desa Terdampak, 78 Ribu Kepala Keluarga Menanti Kepastian
GEMA PS membeberkan data yang menunjukkan urgensi percepatan legalisasi KHDPK di Garut. Tercatat 183 desa yang tersebar di lebih dari 40 kecamatan masuk dalam wilayah indikatif KHDPK. Jumlah masyarakat yang hidup berdampingan dan menggantungkan kehidupan mereka dari kawasan ini mencapai 77.965 kepala keluarga, dengan total luasan hutan mencapai 78.022,56 hektare.
Angka tersebut menjadikan Garut sebagai salah satu wilayah paling krusial dalam peta nasional perhutanan sosial. Tidak heran jika GEMA PS menjadikan Garut sebagai laboratorium percontohan untuk mewujudkan perhutanan sosial berbasis keadilan dan inklusifitas.
Lima Tahapan Strategis Legalisasi KHDPK di Garut
Dalam dokumen perencanaan strategisnya, GEMA PS menguraikan lima tahapan utama yang menjadi fondasi kerja mereka di lapangan:
Inventarisasi Wilayah dan Data Sosial-Ekonomi
Memastikan keakuratan data desa yang berada di kawasan KHDPK.
Memutakhirkan jumlah kepala keluarga dan luas area per desa.
Mengidentifikasi konflik agraria dan sejarah penguasaan lahan.
Pemetaan Partisipatif dan Spasial
Melibatkan masyarakat dalam pemetaan wilayah.
Menggunakan teknologi drone dan GIS untuk memetakan overlay kawasan hutan.
Menyusun peta sosial, ekonomi, dan konservasi berbasis kebutuhan lokal.
Penguatan Kelembagaan Pengelola Hutan di Desa
Membentuk lembaga pengelola KHDPK di tingkat desa/gabungan desa.
Melatih masyarakat dalam aspek legal drafting, manajemen kelembagaan, dan audit sosial.
Penyusunan Rencana Usaha Perhutanan Sosial (RUPS)
Menggali potensi ekonomi hutan seperti agroforestry, wisata alam, dan hasil hutan non-kayu.
Menyusun rencana bisnis konservatif dan produktif selama 10 tahun ke depan.
Advokasi dan Konsolidasi Kebijakan
Membangun sinergi dengan instansi pemerintah seperti DLHK, DPMD, dan DPRD.
Mendorong legalisasi resmi melalui pengakuan formal atas pengelolaan KHDPK.
Berbasis Regulasi Nasional, Didorong dari Daerah
Langkah-langkah yang ditempuh GEMA PS tidak berjalan di ruang hampa hukum. Seluruh proses berpijak pada dasar hukum yang kuat, antara lain:
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan
Permen LHK No. 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial
SK Menteri LHK No. SK.149/MENHUT/SETJEN/PLA.0/4/2022 tentang Penetapan Peta Indikatif KHDPK
Ganda menegaskan, keberadaan regulasi ini adalah peluang besar untuk menciptakan sistem tata kelola hutan yang adil, inklusif, dan lestari. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa regulasi tanpa implementasi adalah omong kosong.
“Negara telah membuka ruang. Sekarang tinggal bagaimana kita, masyarakat dan pemerintah daerah, bahu-membahu mewujudkan pengakuan itu menjadi kenyataan.”
Ajakan Kolaborasi: Dari Desa, Oleh Desa, untuk Keadilan Ekologis
GEMA PS tidak bisa bekerja sendiri. Dalam peluncuran dokumen strategis ini, Ganda Permana menyerukan kolaborasi aktif dari seluruh elemen daerah – mulai dari kepala desa, camat, organisasi masyarakat sipil, hingga lembaga legislatif.
“Keadilan ekologis tidak akan tercapai jika masyarakat sebagai penjaga hutan justru tidak diberi ruang legal dan kelembagaan yang kuat.” kata Ganda.
Ia berharap langkah di Garut ini bisa menjadi contoh nasional bagaimana masyarakat lokal bisa dipercaya, diberdayakan, dan diberi ruang untuk membuktikan bahwa hutan bisa dikelola secara berkelanjutan dan adil.
Akhir Kata: Mendorong Garut Jadi Model Nasional Perhutanan Sosial
Dengan kerja sistematis dan berbasis data, DPC GEMA PS Kabupaten Garut menempatkan diri sebagai pelopor gerakan perhutanan sosial yang berpihak pada masyarakat kecil. Tidak hanya mengejar legalitas formal, tetapi juga membangun sistem yang kuat dan berkelanjutan.
Melalui strategi yang telah dirancang, GEMA PS berharap ke depan tidak ada lagi warga desa yang takut mengelola tanahnya sendiri, dan negara benar-benar hadir untuk mengakui, melindungi, dan memberdayakan. (Red)