Salah satu yang menyuarakan kekecewaan adalah Muhammad Angling Kusumah, S.M., tokoh muda yang dikenal vokal dalam mengawal kebijakan publik di Kabupaten Garut.
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikannya kepada awak media pada Senin (10/06/2025), Angling menyebut bahwa janji-janji politik yang pernah dikampanyekan oleh pasangan kepala daerah tersebut masih jauh dari harapan. Ia menyoroti secara khusus janji kompensasi sebesar dua juta rupiah per kepala keluarga, yang hingga kini belum terealisasi ataupun disosialisasikan secara terbuka kepada publik.
“Seratus hari adalah waktu yang cukup untuk menunjukkan arah kebijakan dan keseriusan dalam menepati janji politik. Namun yang kami lihat justru tidak ada kejelasan. Mana janji kompensasi dua juta per kepala keluarga? Jangan sampai masyarakat merasa dibohongi oleh pemimpinnya sendiri,” ujar Angling.
Ia menambahkan bahwa masyarakat Garut tidak lagi bisa diberi harapan-harapan kosong. Janji yang dilontarkan dalam masa kampanye adalah kontrak moral yang harus dipertanggungjawabkan, bukan sekadar strategi untuk meraih suara.
“Kami sebagai bagian dari masyarakat punya hak untuk mengingatkan. Pemerintah tidak boleh alergi terhadap kritik. Kami hadir bukan karena ditunggangi kepentingan politik mana pun, tapi karena kami ingin melihat Garut benar-benar berubah ke arah yang lebih baik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Angling juga menyayangkan sikap sebagian pihak yang menurutnya justru memilih bermain aman dengan berlindung di balik kekuasaan, dan bahkan menjadi bagian dari lingkaran penjilat yang hanya menyampaikan puja-puji tanpa kontribusi nyata terhadap pengawasan publik.
“Ketika kami bersuara lantang, bukan karena benci. Justru karena kami peduli. Namun di sisi lain, ada pihak-pihak yang memilih diam, bahkan menjilat kekuasaan. Mereka lebih nyaman berlindung di ketiak pejabat, mencari posisi, proyek, atau keuntungan pribadi. Ini bukan contoh yang baik dalam membangun pemerintahan yang bersih,” katanya.
Menurut Angling, momentum seratus hari kerja seharusnya dijadikan refleksi oleh para pemimpin daerah. Ia menegaskan bahwa masyarakat Garut sudah cerdas dan tidak mudah terbuai oleh pencitraan.
“Bupati dan Wakil Bupati Garut harus bisa menjelaskan secara gamblang, sejauh mana realisasi janji-janjinya. Jika ada kendala, sampaikan secara terbuka. Jangan diam dan menghindar dari tanggung jawab publik. Masyarakat berhak tahu dan berhak menagih,” ucapnya.
Ia juga mengajak masyarakat sipil, mahasiswa, akademisi, dan para aktivis untuk terus mengawal kebijakan pemerintah daerah secara kritis namun konstruktif. Angling percaya, peran pengawasan dari masyarakat adalah bagian penting dari proses demokrasi.
“Jangan biarkan Garut hanya menjadi panggung pencitraan. Pemerintah harus bekerja nyata, berpihak pada rakyat, dan mampu memenuhi apa yang sudah dijanjikan. Jika tidak, maka kepercayaan publik akan luntur, dan itu bisa berdampak panjang,” pungkasnya.
Pernyataan Angling ini menambah deretan kritik terhadap kepemimpinan saat ini. Di tengah tingginya ekspektasi publik terhadap perubahan dan perbaikan pelayanan, masyarakat kini menanti langkah konkret dari pemimpin yang telah mereka pilih secara demokratis. (Red)