Nusaharianmedia.com 20 Desember 2025 — Kasus tidak diperpanjangnya kontrak pengelolaan kawasan Teras Cimanuk terus menuai sorotan dan dinilai berpotensi mengganggu iklim investasi di Kabupaten Garut, khususnya pada sektor pariwisata dan pengembangan lahan publik. Polemik ini memunculkan kekhawatiran dari berbagai kalangan, termasuk investor swasta dan komunitas masyarakat.
Sejumlah pelaku usaha menilai kasus Teras Cimanuk sebagai sinyal adanya ketidakpastian regulasi dan lemahnya kepastian hukum di daerah. Investor khawatir, investasi besar yang telah dikeluarkan dapat berakhir tanpa kejelasan apabila kontrak kerja sama yang sudah disepakati dapat diputuskan atau tidak diperpanjang secara sepihak, tanpa alasan transparan serta kompensasi yang adil.
Kondisi tersebut dikhawatirkan berdampak langsung pada pengembangan sektor pariwisata. Di tengah upaya Pemerintah Kabupaten Garut untuk mendorong pertumbuhan destinasi wisata baru, polemik Teras Cimanuk justru dinilai dapat menurunkan minat investor.
Mereka cenderung bersikap hati-hati untuk menanamkan modal, khawatir menghadapi persoalan serupa di kemudian hari.
Hingga saat ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut belum memberikan penjelasan rinci terkait alasan penolakan perpanjangan kontrak pengelolaan Teras Cimanuk. Pemda hanya menyebut adanya“kepentingan tertentu” sebagai dasar kebijakan.
Meski demikian, beredar informasi bahwa kawasan tersebut kemungkinan akan dialokasikan untuk program penghijauan atau pemanfaatan lahan bagi kepentingan publik lainnya.
Sementara itu, respon masyarakat menunjukkan rasa penyesalan dan kekecewaan. Teras Cimanuk selama ini dikenal sebagai ruang rekreasi populer sekaligus sumber penghidupan bagi warga sekitar. Penutupan atau penghentian pengelolaan kawasan tersebut dinilai berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat dan hilangnya lapangan kerja.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Gerakan Anak Sunda (GAS), Mulyono Khadafi, menegaskan bahwa pemerintah daerah harus lebih mengedepankan transparansi dan kepastian hukum dalam mengambil kebijakan strategis.
“Kasus Teras Cimanuk ini jangan sampai menjadi preseden buruk bagi dunia investasi di Garut. Pemerintah daerah harus menjelaskan secara terbuka dasar hukum dan alasan kebijakannya. Jika tidak, kepercayaan investor akan semakin menurun,” tegas Mulyono.
Ia juga menekankan bahwa kepentingan publik tidak boleh dijadikan alasan normatif tanpa penjelasan yang jelas. “Kepentingan publik harus diuraikan secara konkret, bukan sekadar istilah. Selain itu, hak-hak pihak pengelola dan dampak sosial terhadap masyarakat sekitar juga harus menjadi pertimbangan serius,” tambahnya.
Menurut Mulyono, penyelesaian kasus Teras Cimanuk akan menjadi tolok ukur komitmen Pemda Garut dalam menciptakan iklim investasi yang sehat, adil, dan berkeadilan hukum. Ia mendorong agar pemerintah segera membuka ruang dialog dengan semua pihak terkait untuk mencari solusi terbaik.
Pengamat menilai, dampak jangka panjang dari polemik ini sangat bergantung pada langkah penyelesaian yang diambil pemerintah daerah. Jika diselesaikan secara transparan dan menghormati prinsip hukum, kepercayaan publik dan investor masih dapat dipulihkan. Namun sebaliknya, ketidakjelasan berlarut-larut berpotensi memperburuk citra investasi di Kabupaten Garut. (Red)







