Nusaharianmedia.com 08 Desember 2025— Sorotan publik kembali mengarah pada Pemerintah Kabupaten Garut setelah muncul dugaan kekeliruan dalam pengelolaan aset daerah yang berkaitan dengan investasi di kawasan Teras Cimanuk. Langkah Pemkab Garut yang mengirimkan surat pengosongan kepada pihak pengelola dinilai tergesa-gesa dan menunjukkan sikap tidak bersahabat terhadap investor.
Polemik bermula ketika pengelola PT Pamara Perkasa Jaya menerima undangan klarifikasi dari Kejaksaan Negeri Garut. Pemanggilan itu merupakan bagian dari proses pengamanan dan penertiban Barang Milik Daerah (BMD) yang diajukan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Garut.
Pengelola Teras Cimanuk, Anton Heryanto, mempertanyakan dasar hukum langkah tersebut. Ia menilai Pemkab Garut belum pernah menunjukkan dokumen kepemilikan tanah yang menjadi dasar klaim aset.
“Bagaimana mungkin dilakukan pengosongan atau tindakan hukum lainnya jika dokumen kepemilikan tidak pernah diperlihatkan? Ini menimbulkan ketidakpastian bagi investor dan publik,” ujar Anton.
Polemik semakin mengemuka setelah informasi beredar bahwa pemerintah daerah tidak pernah menguasai secara faktual lahan tersebut sejak 1945 hingga 2016. Baru pada tahun 2019, kawasan itu resmi dikerjasamakan dengan pihak ketiga melalui perjanjian yang ditandatangani pada masa Bupati Rudy Gunawan.
Situasi ini memunculkan pertanyaan publik mengenai profesionalitas dan ketertiban administrasi Pemkab Garut dalam mengelola aset strategis. Beberapa pihak menilai langkah penertiban tanpa dasar dokumen yang kuat justru berpotensi memperburuk iklim investasi di daerah.
Anton menegaskan pihaknya terbuka untuk dialog dan penyelesaian sesuai aturan hukum. Namun ia mengingatkan bahwa setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada bukti dan prosedur yang sah.
Dalam perjalanannya, investor telah mengubah kawasan Teras Cimanuk menjadi ruang publik yang tertata dan produktif serta mampu menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)—sesuatu yang tidak terjadi ketika area tersebut dibiarkan terbengkalai. Namun proses revitalisasi itu terganggu setelah muncul surat pengosongan dari Pemda Garut melalui Kejaksaan Negeri.
Langkah tersebut memicu kegaduhan karena dinilai mencederai perjanjian yang telah disepakati dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Pengelola mengklaim pemerintah daerah tidak dapat menunjukkan dokumen kepemilikan tanah yang kuat sebagai dasar tindakan tersebut.
Informasi lain yang beredar turut menyebut adanya dugaan ketidaksesuaian data aset terkait batas lahan dan status kepemilikan. Hingga kini, Pemkab Garut belum memberikan penjelasan terbuka mengenai dugaan sengketa data tersebut. Kondisi ini memperkuat penilaian publik bahwa tata kelola aset daerah masih jauh dari tertib dan profesional.
Sejumlah pihak juga menilai pemerintah daerah bersikap arogan dan kurang kooperatif, terlebih ketika investor menyampaikan keberatan terkait data aset yang dianggap tidak akurat. Kritik menguat bahwa Pemkab Garut gagal menjaga iklim investasi yang kondusif, padahal daerah membutuhkan masuknya modal untuk mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
Hingga berita ini diturunkan, Pemkab Garut belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan kekeliruan data aset maupun dasar hukum surat pengosongan tersebut. Publik kini menunggu apakah pemerintah daerah berani membuka seluruh data aset secara transparan atau membiarkan polemik ini terus membesar.
Kelompok masyarakat sipil mendesak Pemkab Garut memberikan penjelasan terbuka, memastikan setiap keputusan pengelolaan aset dilakukan berdasarkan data yang benar, sesuai prosedur, dan tidak merugikan pihak mana pun. (**)







