Nusaharianmedia.com — Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) bersama Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Garut menggelar aksi unjuk rasa sekaligus audiensi di halaman Gedung DPRD Kabupaten Garut, Senin (15/12/2025). Aksi tersebut diikuti ribuan peserta yang terdiri atas kepala desa se-Kabupaten Garut, perangkat desa, unsur Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta kader PKK desa.
Aksi massa berlangsung tertib dengan pengawalan TNI polri dan Satpol PP. Melalui sejumlah orasi, peserta aksi menyampaikan aspirasi terkait penguatan peran pemerintahan desa, peningkatan kesejahteraan perangkat desa, serta kejelasan kebijakan dan regulasi yang dinilai berdampak langsung terhadap tata kelola pemerintahan desa.
Usai menyampaikan aspirasi di halaman gedung DPRD, perwakilan PPDI dan APDESI melanjutkan agenda audiensi yang diterima langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Garut, didampingi Wakil Ketua DPRD serta anggota DPRD dari berbagai fraksi. Audiensi tersebut turut dihadiri Bupati Garut, perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Dinas Koperasi dan UKM, serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Garut.

Dalam audiensi tersebut, perwakilan PPDI dan APDESI menyampaikan sejumlah tuntutan dan masukan secara langsung kepada unsur legislatif dan eksekutif daerah. Mereka berharap adanya komitmen konkret dari pemerintah daerah dan DPRD untuk memperjuangkan aspirasi desa, baik melalui kebijakan regulasi, dukungan anggaran, maupun implementasi teknis di lapangan.
Koordinator aksi menegaskan bahwa gerakan ini bukan sekadar aksi simbolik, melainkan bentuk peringatan serius terhadap kebijakan yang dinilai semakin menekan keberlangsungan roda pemerintahan desa.
“Jika tuntutan ini tidak direalisasikan, kami akan melakukan langkah lanjutan. Aksi ini dilakukan agar aspirasi desa benar-benar terakomodasi, bukan hanya didengar,” tegasnya.
APDESI Merah Putih menyampaikan tiga tuntutan prioritas. Pertama, penolakan terhadap kebijakan efisiensi anggaran Pemerintah Kabupaten Garut yang menyasar Alokasi Dana Desa (ADD). Kebijakan tersebut dinilai berpotensi melumpuhkan operasional pemerintahan desa.
“Dalam forum FGD di DPMD bahkan sempat muncul wacana penghapusan operasional desa. Ini sangat berbahaya karena tanpa operasional, pelayanan publik di desa bisa terhenti,” ungkapnya.
Kedua, tuntutan terkait penguatan kelembagaan desa, khususnya PKK dan lembaga pendukung lainnya. Beban tugas kelembagaan dinilai semakin berat, namun tidak diimbangi dengan dukungan anggaran yang memadai.
“PKK dituntut menekan angka stunting, mengelola posyandu, dan menjalankan kegiatan sosial kemasyarakatan. Jika anggarannya dipangkas, ini bukan penguatan, melainkan pelemahan,” ujarnya.
Ketiga, menyangkut operasional Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Menurut massa aksi, tuntutan peningkatan kinerja BPD menjadi tidak sejalan apabila tidak disertai dukungan anggaran yang memadai.
“BPD dituntut maksimal, tetapi operasionalnya minim. Ini justru menghambat fungsi pengawasan dan demokrasi di desa,” tegasnya.
Selain itu, massa aksi juga menyoroti belum cairnya Dana Desa Tahap II akibat penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. Akibat kebijakan tersebut, sekitar 31 desa di Kabupaten Garut mengalami keterlambatan pencairan Dana Desa, baik skema earmark maupun non-earmark.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan, pembangunan dan kegiatan desa akan terhenti,” kata salah satu perwakilan massa.
APDESI Merah Putih mendesak Bupati Garut dan DPRD Kabupaten Garut agar segera mengambil langkah konkret dengan berkomunikasi langsung kepada pemerintah pusat guna mempercepat pencairan Dana Desa.
Dalam aksi tersebut, massa juga mendorong pemerintah daerah segera menerbitkan payung hukum daerah yang mengatur keterlibatan pemerintahan desa, BUMDes/BUMDesma, serta Koperasi Merah Putih Desa dalam mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Desa jangan hanya dijadikan objek program nasional. Desa harus dilibatkan secara struktural dan memiliki perlindungan hukum yang jelas,” ujar perwakilan massa lainnya.
Selain itu, massa menuntut kejelasan tata kelola dan pemanfaatan lahan milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun aset desa untuk mendukung Program Operasi Desa/Kelurahan Merah Putih agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari. (Hil)







