Ketua DPC GEMA PS Garut, Ganda Permana, S.H., menegaskan bahwa kebijakan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) adalah simbol keadilan agraria baru yang harus diraih bersama oleh rakyat desa, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Senin, (23/06/2025).
Dalam forum Focus Group Discussion (FGD) yang mempertemukan 183 desa, akademisi, hingga organisasi masyarakat seperti GMBI dan HKTI, Ganda menyuarakan harapan besar: rakyat harus menjadi subjek utama dalam pengelolaan hutan negara.
“KHDPK adalah titik balik. Ini bukan soal tanah atau pohon semata, tapi tentang kehidupan, kedaulatan, dan keberlanjutan bangsa,” tegas Ganda dalam sambutannya.
KHDPK: Menjawab Ketimpangan Agraria, Mewujudkan Ketahanan Pangan
KHDPK yang tertuang dalam SK Menteri LHK No. 148 dan 149 Tahun 2025 menandai perubahan paradigma: dari pendekatan eksklusif menjadi inklusif. Desa-desa yang dulu terpinggirkan kini diberi peluang untuk berperan aktif dalam pengelolaan hutan negara. KHDPK menawarkan solusi konkret atas berbagai permasalahan seperti krisis pangan, konflik agraria, dan akses lahan yang timpang.
Melalui KHDPK, desa didorong untuk:
Menerapkan pertanian hutan yang produktif;
Membangun ekowisata dan konservasi berbasis komunitas;
Menyediakan hunian bagi masyarakat sekitar hutan;
Memanfaatkan hasil hutan bukan kayu secara legal;
Mengembangkan investasi sosial melalui koperasi dan BUMDes.
“Kami ingin rakyat kembali menjadi pemilik ruang hidupnya. Ini bukan soal bantuan, tapi pengakuan hak,” ujar Ganda lantang.
FGD: Wadah Pendidikan dan Kolaborasi Lintas Sektor
FGD ini tak hanya jadi ajang diskusi, tapi juga sarana pendidikan hukum dan teknis. Hadir pula Prof, Dr , Ir,San Afri Awang.M.sc Guru Besar Fakultas Kehutanan dari Universitas Gadjah Mada mantan Dirjen Planologi dari Tata Ruang dari Kementerian Hidup dan Kehutanan yang menjelaskan pentingnya perhutanan sosial dalam menjaga keseimbangan ekologi sekaligus memberdayakan rakyat.
Peserta FGD mendapatkan panduan teknis mengenai mekanisme perizinan KHDPK, peran kelembagaan desa, dan skema pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Forum ini juga diwarnai semangat kolaborasi dari DPMD, OPD teknis, organisasi pemuda, akademisi, hingga komunitas tani.
“Jika desa tidak diberdayakan secara legal dan ilmiah, maka KHDPK akan mudah disalahgunakan. Kami ingin ini benar-benar menyentuh rakyat,” kata Ganda.
Dorongan Perda untuk Jaminan Hukum di Daerah
Salah satu fokus GEMA PS adalah mendorong regulasi tingkat daerah. Menurut Ganda, SK Bupati, Perbup, hingga Perda harus segera diterbitkan agar masyarakat memiliki payung hukum yang sah dalam mengelola KHDPK.
“Tanpa regulasi lokal, gerakan ini bisa dianggap ilegal. Kita butuh kebijakan daerah yang berpihak dan responsif terhadap realitas desa-desa di Garut,” imbuhnya.
Hutan: Pilar Ketahanan Nasional
Di akhir forum, Ganda memberikan catatan reflektif bahwa KHDPK tidak hanya berdimensi lokal, melainkan strategis secara nasional.
“Kedaulatan pangan, ekonomi, hingga pertahanan negara sangat ditentukan oleh bagaimana kita memperlakukan hutan. Jika rakyat dipercaya menjadi pengelola, maka Indonesia akan lebih kuat menghadapi krisis global,”
GEMA PS menyatakan komitmen penuh untuk terus mengawal implementasi KHDPK. Bagi mereka, hutan bukan sekadar ruang ekonomi, tapi ruang perjuangan demi masa depan yang berdaulat dan berkeadilan.
“Kami tidak akan berhenti. KHDPK adalah jembatan menuju kemerdekaan desa yang sesungguhnya,” tutup Ganda penuh semangat. (Red)