Di tengah suasana muram itu, sorotan tajam muncul dari seorang tokoh muda, Apid Sumarsana, asal Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul. Apid, yang dikenal sebagai aktivis sosial dan tokoh penggerak keagamaan di wilayah Pamoyanan, angkat suara lantang menyuarakan kegelisahan rakyat kecil. Ia mengkritik keras ketidakhadiran pemerintah daerah dalam merespons derita yang dialami warga akibat bencana beruntun.
“Bencana bukan hal baru di Garut. Tapi sayangnya, pola respon pemerintah seolah selalu sama: terlambat, tidak maksimal, bahkan cenderung abai. Rakyat dibiarkan bertahan sendiri, tanpa kejelasan kapan bantuan datang,” ungkap Apid saat ditemui di sela kegiatan pengajian bulanan.
Ia menyebut bahwa ketidakhadiran pemerintah bukan sekadar persoalan teknis atau birokrasi, tetapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam menjalankan amanah kepemimpinan dan pelayanan publik.
“Ini bukan hanya soal logistik yang lambat. Ini soal hati. Soal empati yang seharusnya melekat pada setiap pemegang kekuasaan. Tapi yang kita lihat, justru sebaliknya. Banyak pejabat terkesan hanya aktif saat kamera menyala atau menjelang pemilu,” sindir Apid.
Saat Bencana Menelanjangi Kepemimpinan
Apid melukiskan realitas di lapangan yang ia temui: warga korban bencana yang tidur di emperan rumah tetangga, anak-anak yang terpaksa sekolah tanpa seragam karena harta benda habis terbakar, hingga warga pedalaman yang terisolasi berhari-hari tanpa akses logistik.
“Pemimpin seharusnya jadi sandaran di saat rakyat tak punya apa-apa. Tapi di Garut, yang terjadi malah sebaliknya. Rakyat berteriak, pejabat terdiam,” keluhnya.
Namun dari sederet kekecewaan itu, Apid menyebut satu nama yang menjadi pengecualian Yuda Putra Turnawan, anggota DPRD Garut dari Fraksi PDI Perjuangan sekaligus Ketua DPC PDIP Garut.
Yuda, Pemimpin yang Turun Saat Derita Menyeruak
Apid menyatakan bahwa Yuda telah membuktikan dirinya sebagai wakil rakyat sejati. Bukan hanya hadir saat kampanye, bukan hanya rajin pasang baliho, tapi benar-benar hadir dan bekerja saat rakyat paling membutuhkan.
“Saat rumah kami di Pamoyanan roboh karena hujan deras, Pak Yuda datang. Tanpa kami lapori, tanpa embel-embel media. Beliau datang dengan bantuan nyata, dengan tangan terbuka, dan hati yang terbawa ke lapangan,” tutur Apid dengan mata berkaca.
Yuda Turnawan, dalam berbagai peristiwa bencana, kerap menjadi orang pertama yang hadir. Ia membawa bantuan darurat seperti makanan siap saji, air bersih, selimut, dan kebutuhan pokok lainnya. Tak jarang ia ikut langsung menembus medan berat, seperti saat terjadi tanah longsor yang menutup akses ke wilayah pedesaan.
“Beliau bahkan membawa alat berat sendiri untuk membuka jalan yang tertutup longsor. Ini bukan hal kecil. Ini bukti bahwa kepemimpinan bisa punya nyawa kalau dijalankan dengan ketulusan,” tambah Apid.
Yuda Berikan Kepedulian yang Konsisten, Bukan Hanya Musiman
Apid juga menegaskan bahwa kepedulian Yuda bukan hal baru. Sejak masa pandemi COVID-19, Yuda dikenal aktif membagikan bantuan masker, vitamin, sembako, dan alat pelindung diri ke berbagai pelosok desa di Garut. Saat warga lain kesulitan mengakses bantuan dari pusat, Yuda justru datang lebih dulu dengan jaringan relawannya.
“Yuda tidak menunggu diperintah. Ia tidak duduk di kantor menunggu laporan. Dia justru datang sendiri, mendengar sendiri, dan membawa solusi sendiri,” kata Apid, menegaskan bahwa Yuda adalah contoh pemimpin yang bekerja bukan demi pujian, melainkan karena panggilan hati.
Pesan Moral: Kembalikan Makna Kepemimpinan
Dalam refleksinya, Apid mengajak seluruh masyarakat untuk kembali menata makna kepemimpinan. Menurutnya, jabatan adalah amanah, bukan alat memperkaya diri atau memperluas pengaruh politik keluarga.
“Garut tidak butuh pejabat yang lihai bermain kata di baliho. Kita butuh pemimpin yang rela kotor, rela lelah, dan siap berada paling depan saat rakyatnya terluka,” ujarnya tegas.
Ia juga mengingatkan menjelang tahun politik, agar masyarakat lebih bijak dalam memilih.
“Lihat siapa yang hadir saat tidak ada kamera. Lihat siapa yang datang bukan karena pilkada, tapi karena cinta dan tanggung jawab,” ucapnya, menekankan bahwa kepemimpinan sejati hanya bisa dilihat dari aksi, bukan janji.
Aksi Nyata Yuda Putra Turnawan, Bukan Sekadar Wacana
Yuda Putra Turnawan telah menunjukkan bahwa jabatan publik bukan sekadar posisi formal, melainkan ruang untuk melayani dan merasakan derita rakyat. Di tengah banyaknya keluhan terhadap aparat yang lamban atau abai, kehadiran Yuda menjadi oase yang menyejukkan.
“Kalau saja semua pejabat Garut punya empati seperti Yuda, saya percaya daerah ini bisa bangkit. Bukan karena proyek-proyek mercusuar, tapi karena pemimpin yang mau menyatu dengan rakyat,” tutup Apid Sumarsana. (Red)