Desa Sukabakti, yang terletak di Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat mengambil langkah progresif dan menyentuh langsung jantung persoalan sosial: kemiskinan struktural yang tercermin dari rumah-rumah tak layak huni.
Melalui program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), Pemerintah Desa (Pemdes) Sukabakti membuktikan bahwa pembangunan sejati bukan semata diukur dari tinggi gedung atau panjang jalan, tapi dari martabat hidup manusia yang dihargai dan dijaga.
Di sisi lain, program ini menyasar warga berpenghasilan rendah yang selama ini tinggal di rumah dengan kondisi tidak layak berdinding bilik reyot, atap bocor, lantai tanah, dan tanpa sanitasi memadai.
Kolaborasi Pemerintah: Dari Kabupaten Hingga Provinsi
Pelaksanaan program Rutilahu di Sukabakti tidak berdiri sendiri.
Pemerintah desa menjalin kolaborasi erat dengan Pemerintah Kabupaten Garut dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Bantuan anggaran disalurkan secara bertahap, dan proses verifikasi penerima dilakukan secara transparan, dengan melibatkan berbagai elemen, dari mulai Babinsa, Bhabinkamtibmas,BPD,LPM, TPK, Tokoh Masyarakat setempat hingga perangkat desa dan RT, RW,
“Ini bukan hanya soal bangunan, tapi soal hak dasar warga untuk hidup layak,” ungkap Wawan Gunawan, Kepala Desa Sukabakti, saat ditemui di sela monitoring lapangan. Ia menegaskan bahwa pendekatan program ini tidak semata-mata administratif, tapi berbasis pada empati dan pengamatan langsung terhadap realitas sosial di lingkungan warganya.
Pemberdayaan Warga: Bukan Sekadar Penerima, Tapi Pelaku Pembangunan
Yang membedakan pelaksanaan program ini adalah pendekatan partisipatif. Warga yang menerima bantuan tidak hanya diam menunggu rumahnya dibangun, tetapi juga dilibatkan dalam proses pembangunan. Mereka bekerja sebagai tukang, pembantu tukang, atau tim logistik lokal, sehingga program ini juga menjadi pengungkit ekonomi harian masyarakat.
Salah satu penerima manfaat, Amah (53 tahun), mengaku terharu dan tak menyangka rumahnya yang dulu bocor dan nyaris roboh kini berdiri kokoh.
“Hidup saya seperti baru dimulai lagi. Anak-anak saya bisa tidur tanpa takut atap ambruk, dan dapur kami sekarang bisa dipakai dengan nyaman,” tuturnya sambil menahan tangis haru saat diwawancarai awak media pada. Minggu, (27/07/2025).
Membangun Martabat, Bukan Hanya Dinding dan Atap
Menurut Wawan Gunawan, program Rutilahu ini bukan sekadar proyek, melainkan langkah strategis untuk mengikis kemiskinan dari akar. Ia meyakini bahwa perbaikan rumah warga adalah awal dari perbaikan aspek kehidupan lain kesehatan, pendidikan, hingga produktivitas kerja.
“Kalau rumahnya sehat dan layak, maka anak-anak bisa belajar dengan tenang, ibu bisa masak tanpa kepulan asap di dalam rumah, dan ayah bisa beristirahat cukup agar kuat bekerja. Itu semua terhubung,” jelasnya.
Program ini juga menjadi bentuk nyata dari semangat “pembangunan yang membumi” tidak hanya dirancang dari balik meja rapat, tetapi tumbuh dari realitas lapangan dan kebutuhan warga yang nyata.
Kendala dan Tantangan: Soal Anggaran dan Data Sosial
Meski berjalan baik, program ini bukan tanpa kendala. Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan anggaran dan dinamika data sosial yang terus berubah. Tidak sedikit warga yang sebenarnya memenuhi syarat tetapi belum terakomodasi dalam tahun anggaran berjalan.
“Yang kami lakukan adalah memprioritaskan yang paling mendesak, sambil terus memperbarui data secara berkala,” ujar Wawan. Ia berharap pemerintah kabupaten maupun provinsi bisa menambah kuota bantuan, mengingat masih banyak rumah di desa-desa Garut yang jauh dari kata layak.
Desa Sebagai Garda Terdepan Pembangunan Sosial
Langkah Desa Sukabakti menjadi cermin penting bahwa desa-desa di Indonesia tidak harus menunggu perubahan dari atas. Dengan kemauan kuat, kepemimpinan yang peka, dan dukungan kolaboratif, pembangunan bisa dilakukan dengan cara yang konkret dan berdampak langsung.
Program Rutilahu bukan hanya memberi atap di atas kepala, tetapi juga mengembalikan harga diri warga yang selama ini tersembunyi di balik bilik-bilik reyot. Dan Sukabakti telah menunjukkan kepada Garut bahkan Indonesia bahwa pembangunan sejati dimulai dari niat untuk memanusiakan sesama.
“Kami membangun dari pondasi yang paling dasar kemanusiaan. Karena jika rumah warga masih roboh, bagaimana mungkin kita bicara visi besar?” ungkap
Wawan Gunawan, Kepala Desa Sukabakti (Red)