Nusaharianmedia.com 16 Desember 2025 — Polemik sewa-menyewa lahan Teras Manuk kembali mencuat ke ruang publik. Sejumlah pihak mempertanyakan kejelasan status lahan, alur sewa, hingga lambannya respons Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Garut terhadap permohonan perpanjangan kerja sama yang diajukan investor.
Menanggapi hal tersebut, mantan Bupati Garut H. Rudy Gunawan, S.H., M.H., M.Pd., menyampaikan klarifikasi guna meluruskan informasi yang dinilai simpang siur, khususnya terkait kewajiban pembayaran sewa serta status kepemilikan lahan Teras Cimanuk. Klarifikasi tersebut disampaikan dalam program siaran Bianglala Pagi di Radio Medina FM.
Rudy menjelaskan bahwa kebijakan pengelolaan kawasan Teras Cimanuk pada masa kepemimpinannya telah melalui proses administrasi dan pertimbangan sesuai ketentuan yang berlaku. Menurutnya, pengelolaan kawasan tersebut tidak dilakukan secara sepihak, melainkan melibatkan perangkat daerah terkait.
“Semua kebijakan yang diambil saat itu didasarkan pada aturan, prosedur, dan kebutuhan daerah, termasuk dalam rangka penataan kawasan pascabanjir bandang,” ujar Rudy.
Ia menuturkan, Teras Cimanuk dibangun sebagai bagian dari penataan kawasan sungai sekaligus ruang publik yang diharapkan memberi manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Kerja sama dengan pihak ketiga dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi aset daerah tanpa mengabaikan kepentingan Pemda.
Terkait isu pembayaran sewa dan alur kerja sama, Rudy menyebut mekanisme keuangan dan hubungan hukum telah dibahas dan dikomunikasikan dengan instansi terkait. Ia juga mengaku memiliki dokumentasi serta rekam komunikasi sebagai dasar pengambilan kebijakan.
“Jika sekarang muncul perbedaan tafsir, menurut saya perlu diluruskan dengan melihat kembali dokumen dan konteks kebijakan saat itu,” tambahnya.
Rudy menegaskan bahwa penyewa lahan, yakni investor bernama Anton, menyewa langsung kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, bukan kepada Korem atau pihak lainnya. Keterlibatan Korem, kata dia, hanya terjadi pada tahap awal pascapembersihan lokasi terdampak banjir bandang.
“Awalnya saya menyarankan investor berkomunikasi dengan Korem karena saat itu lokasi masih berupa puing-puing bekas banjir bandang. Setelah dibersihkan, barulah direkonstruksi menjadi area parkir,” jelasnya.
Berawal dari Pascabanjir Bandang
Lahan Teras Manuk merupakan kawasan terdampak banjir bandang besar yang menyebabkan korban jiwa dan kerusakan parah. Saat itu, area tersebut dipenuhi bangunan liar, dinilai kumuh, dan berisiko tinggi.
Sekitar 2019–2020, investor mengajukan inisiatif untuk membersihkan kawasan tersebut. Proses pembersihan puing dan sisa material bangunan dilakukan sepenuhnya dengan biaya investor, sebelum diajukan kerja sama sewa sesuai Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Perjanjian sewa ditetapkan selama lima tahun dengan ketentuan bangunan bersifat nonpermanen serta tetap memperhatikan jarak aman dari bibir sungai sebagai bagian dari mitigasi bencana.
Status Lahan Milik Pemda
Mengenai status lahan, Rudy menjelaskan bahwa sebelum 2015 lahan tersebut sempat dianggap sebagai aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, setelah klarifikasi bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN), lahan tersebut tidak tercatat sebagai aset provinsi.
Pemda Garut kemudian melakukan sertifikasi terhadap sedikitnya 16 bidang tanah, termasuk lahan Teras Manuk. Sertifikat atas nama Pemda Garut terbit secara bertahap, dengan sertifikat lahan Teras Manuk keluar pada Desember 2021 dan diterima pada 2022.
“Tanah yang disewa itu adalah tanah milik Pemda Garut berdasarkan sertifikat. Sebagian sudah berstatus hak pakai atas nama Pemda,” tegasnya.
Sewa Dibebaskan Saat Pandemi
Dalam perjalanannya, kewajiban pembayaran sewa sempat dibebaskan selama sekitar dua tahun akibat pandemi COVID-19. Kebijakan tersebut merupakan bentuk relaksasi, mengingat investasi yang telah dikeluarkan cukup besar sementara aktivitas usaha hampir terhenti.
“Secara bisnis investor sebenarnya mengalami kerugian, tetapi kawasan tersebut menjadi terawat dan tidak lagi kumuh,” ujarnya.
Perpanjangan Sewa Dinilai Lambat Direspons
Persoalan mencuat ketika masa sewa mendekati berakhir. Berdasarkan Permendagri 19/2016, perpanjangan sewa dimungkinkan dengan pengajuan permohonan paling lambat empat bulan sebelum masa sewa berakhir. Namun, menurut investor, permohonan perpanjangan tidak segera mendapat jawaban dari Pemda.
Respons resmi baru diterima sekitar delapan bulan kemudian dengan keputusan bahwa sewa tidak diperpanjang.
“Keterlambatan inilah yang menjadi persoalan. Jika memang tidak diperpanjang karena alasan tata ruang atau zona merah, seharusnya disampaikan sejak awal,” kata Rudy.
Pemda Garut beralasan lokasi Teras Manuk termasuk zona merah berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Meski demikian, Rudy menilai masih terdapat ruang dialog dan mitigasi, mengingat di beberapa kawasan zona merah lain tetap dilakukan pembangunan dengan pengamanan teknis.
Menurutnya, polemik ini lebih disebabkan oleh miskomunikasi di level teknis, bukan semata persoalan hukum.
“Seharusnya dialog dulu. Aturannya ada, tinggal duduk bersama secara profesional. Mau diperpanjang atau tidak, komunikasinya harus jelas,” tegasnya.
Ia berharap ke depan pengelolaan aset daerah dapat dilakukan secara lebih transparan dan responsif agar tidak menimbulkan kegaduhan publik serta tetap menjaga kepercayaan investor terhadap pemerintah daerah.







