Nusaharianmedia.com — Pelaksanaan Pasanggiri Mojang Jajaka Alit kategori Anak se-Jawa Barat yang digelar di Gedung Bale Paminton, kawasan Intan Dewata, Kabupaten Garut, pada 13–14 Desember 2025, menuai sorotan dari Regional Direktur Kebudayaan Jawa Barat. Sorotan tersebut muncul menyusul ramainya pemberitaan serta keluhan masyarakat terkait dugaan ketidakprofesionalan panitia dalam penyelenggaraan kegiatan.
Dalam keterangannya, Regional Direktur Kebudayaan anak dan remaja Jawa Barat mengaku menerima banyak pesan pribadi dari berbagai daerah di luar Garut. Keluhan yang disampaikan antara lain menyangkut terjadinya kericuhan, kekacauan teknis, serta lemahnya koordinasi selama kegiatan berlangsung.
“Menurut saya, pihak panitia, khususnya penyelenggara, harus lebih terkoordinasi. Ini bukan event yang baru pertama kali dilaksanakan, sehingga seharusnya persiapan dilakukan secara lebih matang,” ujarnya.
Ia menilai pelaksanaan kegiatan tersebut telah merugikan banyak pihak, terutama peserta dan orang tua. Selain itu, ia juga menyoroti kelayakan lokasi acara yang dinilai kurang mendukung kenyamanan pelaksanaan kegiatan berskala besar.
“Biasanya kegiatan seperti ini dilaksanakan di hotel atau tempat yang layak untuk event besar. Kemarin justru di Bale Paminton. Padahal Garut sebagai tuan rumah seharusnya bangga dan memberikan kesan terbaik. Faktanya, kondisi di dalam gedung panas dan pengelolaan sampah kurang baik. Jujur, saya merasa malu,” ungkapnya.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh para orang tua peserta yang merasa kecewa dan kapok mengikuti kegiatan serupa di masa mendatang. Meski demikian, ia berharap kekecewaan tersebut dapat menjadi bahan evaluasi bersama agar Garut ke depan mampu menjadi tuan rumah yang lebih baik, mengingat ajang Mojang Jajaka Alit Jawa Barat merupakan kegiatan berskala besar yang dihadiri peserta dari berbagai daerah.
Ia juga menekankan pentingnya pengelolaan Mojang Jajaka Alit yang lebih terorganisir, mencontoh sistem paguyuban Mojang Jajaka dewasa, mulai dari pembukaan hingga penutupan acara, sehingga seluruh peserta merasa dihargai dan puas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa meskipun Mojang Jajaka Alit berakhir di tingkat provinsi Jawa Barat, setiap daerah seharusnya memiliki tahapan seleksi di tingkat kabupaten terlebih dahulu. Hal tersebut, menurutnya, telah diterapkan di beberapa daerah lain seperti Kuningan dan Ciamis.
“Garut harus bisa meniru daerah-daerah tersebut. Harus ada seleksi di tingkat kabupaten agar persiapan menuju tingkat provinsi lebih matang,” katanya.
Kepada panitia, ia mengimbau agar jumlah dan kinerja personel disesuaikan dengan skala kegiatan. Menurutnya, tidak mungkin sebuah event besar dengan jumlah peserta yang banyak ditangani oleh panitia yang terbatas.
Ia pun secara terbuka mengaku kecewa terhadap pelaksanaan Pasanggiri Mojang Jajaka Alit kali ini. “Saya sangat berharap acara ini berjalan dengan keren. Anak-anak kita adalah bagian dari pelestarian budaya. Namun kenyataannya jauh dari ekspektasi, bukan hanya bagi saya, tetapi juga bagi para orang tua peserta,” ujarnya.
Menanggapi klarifikasi panitia yang menyebut ketidaksabaran orang tua sebagai salah satu penyebab masalah, ia menyatakan kurang sependapat. Menurutnya, orang tua tidak mungkin memaksakan kehendak kepada panitia karena keputusan tetap berada di tangan penyelenggara.
Sebagai penutup, ia berharap ke depan Garut sebagai tuan rumah Pasanggiri Mojang Jajaka Alit Jawa Barat mampu menyelenggarakan kegiatan yang lebih profesional, tertib, dan membanggakan. Dengan demikian, ajang tersebut diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi seluruh peserta, khususnya yang datang dari luar daerah, sekaligus tetap menjadi wadah strategis dalam melestarikan budaya Sunda Jawa Barat agar semakin dikenal luas.







