Dalam suasana penuh kekeluargaan dan antusiasme, ia menyerap beragam keluhan warga yang sebagian besar berkaitan dengan infrastruktur jalan, ketimpangan pendidikan, hingga penerangan jalan umum (PJU).
Antusiasme Warga Sambut Legislator
Kehadiran Suprih Rozikin di Kantor Desa Sukalillah disambut hangat oleh warga dari berbagai dusun, jajaran aparatur desa, tokoh masyarakat, dan unsur kelembagaan desa. Turut hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Desa Sukalillah, Asep Haris, S.Pi., bersama perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Babinsa, Bhabinkamtibmas, pengurus Karang Taruna, dan para penggiat sosial desa.
Reses dilangsungkan dalam format dialog terbuka, di mana warga dipersilakan menyampaikan unek-unek dan usulan yang selama ini dirasakan belum terakomodasi oleh kebijakan pemerintah daerah. Atmosfer kegiatan begitu hidup, mencerminkan tingginya harapan masyarakat terhadap peran anggota dewan.
Aspirasi Pertama: Jalan Rusak Menghambat Ekonomi dan Mobilitas
Sorotan pertama datang dari keluhan soal infrastruktur jalan desa yang rusak dan belum tersentuh pembangunan memadai. Warga menyebut, sejumlah jalur penghubung antar dusun serta akses utama menuju fasilitas pendidikan dan kesehatan masih berlubang, becek saat hujan, dan rawan kecelakaan.
“Jalan di sini sering tergenang, licin, dan berlubang. Kalau musim hujan, motor sering jatuh. Anak-anak juga susah berangkat sekolah, apalagi kalau harus jalan kaki. Kami ingin jalan yang layak agar kehidupan warga bisa lebih baik,” ungkap salah satu tokoh masyarakat.
Menanggapi hal itu, Suprih menyampaikan komitmennya untuk mengawal perbaikan infrastruktur desa melalui pembahasan APBD 2025. Ia menegaskan bahwa Komisi II DPRD memiliki kewenangan strategis dalam menyusun prioritas pembangunan yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
“Kami akan kawal agar pembangunan infrastruktur dasar, termasuk jalan desa, masuk dalam rencana kegiatan dinas teknis. Insya Allah, jika datanya lengkap dan didukung pemerintah desa, akan kami perjuangkan tahap demi tahap,” ujar Suprih.
Aspirasi Kedua: Ketimpangan Pendidikan dan Dampak Sistem Zonasi
Isu berikutnya yang mengemuka dalam dialog reses adalah soal ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta, khususnya terkait penerimaan siswa baru (PPDB) berbasis zonasi. Kebijakan tersebut dinilai membuat sekolah swasta semakin tersisih, karena mayoritas siswa diarahkan ke sekolah negeri yang sudah penuh.
Kepala Desa Asep Haris dalam kesempatan itu menyuarakan keresahan banyak orang tua dan pengelola lembaga pendidikan swasta di wilayahnya.
“Sekolah swasta di desa ini merasa terpinggirkan. PPDB zonasi membuat murid tertumpuk di negeri, padahal swasta juga bagian dari sistem pendidikan nasional. Kami minta ada keberpihakan dan dukungan agar sekolah swasta bisa tetap hidup dan berkontribusi,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Suprih menyatakan bahwa pemerataan kualitas dan perhatian terhadap lembaga pendidikan swasta adalah keharusan. Ia berjanji akan menyampaikan aspirasi ini ke Dinas Pendidikan dan mendorong evaluasi terhadap sistem zonasi yang dinilai tidak adil.
“Pendidikan adalah hak seluruh anak bangsa. Kita tidak bisa membiarkan sekolah swasta mati pelan-pelan. Pemerintah harus hadir memberi solusi, baik dari sisi kebijakan maupun dukungan anggaran,” tegasnya.
Aspirasi Ketiga: Minimnya Penerangan Jalan Picu Kekhawatiran Keamanan
Satu lagi persoalan yang dianggap mendesak adalah soal minimnya penerangan jalan umum (PJU) di berbagai titik desa. Gelapnya jalan pada malam hari dinilai menjadi pemicu munculnya potensi kriminalitas, serta membahayakan pengguna jalan, khususnya anak-anak yang pulang ngaji atau warga yang bekerja malam.
“Kalau malam itu gelap gulita, Pak. Kita takut keluar rumah, jalan juga rawan karena tidak kelihatan. Kami minta PJU diprioritaskan, supaya kampung kami lebih aman,” ujar warga lainnya.
Mendengar hal tersebut, Suprih menyatakan akan mendorong program pengadaan dan pemasangan PJU, baik melalui APBD kabupaten, bantuan provinsi, maupun skema kolaboratif dari CSR atau program pemerintah pusat.
“PJU memang terlihat sepele, tapi sangat vital. Ini menyangkut keamanan warga. Saya akan perjuangkan agar lampu jalan bisa segera direalisasikan di titik-titik rawan,” katanya.
Suprih: Reses Bukan Seremonial, Tapi Amanah Politik
Dalam penutupan kegiatan, Suprih Rozikin menegaskan bahwa reses bukan sekadar menjalankan kewajiban formal sebagai anggota DPRD, tapi menjadi bentuk komitmen dan tanggung jawab politik untuk menjembatani suara rakyat kepada pemerintah.
Ia berpesan agar masyarakat tetap aktif mengawal pembangunan desa dan tidak segan menyampaikan keluhan atau saran. Menurutnya, kolaborasi dan gotong royong antara masyarakat, pemerintah desa, dan legislatif adalah kunci keberhasilan pembangunan.
“Saya tidak datang hanya untuk mendengar, tapi memastikan bahwa setiap suara warga akan saya bawa ke meja pembahasan. Kita harus pastikan pembangunan tidak hanya tersentral di kota, tapi sampai ke pelosok seperti Desa Sukalillah ini,” tandasnya.
Harapan Warga: Aspirasi Tak Hanya Didengar, Tapi Diperjuangkan
Setelah acara ditutup, sejumlah warga menyampaikan rasa terima kasih dan harapan besar agar kunjungan Suprih bukan sekadar formalitas, tapi menjadi awal dari perubahan yang nyata. Kepala Desa Asep Haris berharap agar reses ini mampu membuka pintu bagi perhatian pemerintah terhadap desa-desa kecil seperti Sukalillah.
“Kami tidak meminta yang mewah, hanya ingin desa kami diperhatikan. Mohon perjuangkan aspirasi warga agar desa ini bisa maju,”(DIX







