Agenda ini menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk menyampaikan suara hati mereka keluhan, usulan, bahkan kritik terhadap situasi pembangunan, pelayanan publik, dan kebijakan pemerintah yang dirasa belum menyentuh secara optimal kebutuhan warga di akar rumput.
Aspirasi Datang dari Akar Rumput: RT/RW, Kader Posyandu, dan Soal Kesehatan Jadi Sorotan Utama
Sejak sesi dialog dibuka, warga yang hadir mulai dari para ketua RT dan RW, kader Posyandu dan PKK, tokoh agama dan masyarakat, hingga perwakilan perempuan secara terbuka menyampaikan sejumlah persoalan yang mereka hadapi sehari-hari. Suara-suara itu bukan sekadar curahan hati, tapi menjadi potret nyata ketimpangan dan minimnya keadilan pembangunan di tingkat lokal.
Salah satu sorotan utama adalah belum layaknya insentif untuk para ketua RT dan RW. Mereka dianggap sebagai ujung tombak pelayanan publik paling dasar di masyarakat. Namun hingga kini, banyak dari mereka masih menjalankan tugas-tugas administratif, sosial, dan keamanan lingkungan tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah.
“RT/RW itu tidak hanya jadi petugas surat domisili. Mereka mengurus warga dari lahir sampai meninggal dunia. Mereka berjibaku saat banjir, mengantar orang sakit, bahkan menenangkan warga saat konflik sosial,” ujar salah satu warga. “Tapi kenapa perhatian pemerintah minim sekali?”
Selain itu, kader Posyandu dan PKK juga mengeluhkan minimnya insentif dan keterbatasan fasilitas kerja mereka. Padahal, para kader inilah yang berperan dalam pencegahan stunting, penimbangan balita, pemantauan ibu hamil, hingga edukasi kesehatan di lingkungan padat penduduk.
Akses BPJS dan Pendidikan Masih Jadi Keluhan
Keluhan lain yang muncul adalah kerumitan proses rujukan BPJS Kesehatan, terbatasnya layanan di Puskesmas, hingga minimnya ketersediaan ruang rawat inap di RSUD atau rumah sakit rujukan. Beberapa warga menyebut bahwa mereka kerap dipingpong antar fasilitas, bahkan ada yang terlambat tertangani karena hambatan birokrasi.
Di bidang pendidikan, efektivitas distribusi Kartu Indonesia Pintar (KIP) menjadi sorotan.
Banyak warga miskin yang belum tersentuh bantuan, sementara mereka yang tergolong mampu justru bisa menikmati program tersebut. Hal ini dinilai sebagai bentuk ketidakadilan dan lemahnya pendataan yang belum berpihak kepada yang benar-benar membutuhkan.
Ahab Sihabudin Tegaskan Komitmen: “Aspirasi Ini Harus Menjadi Kebijakan”
Menanggapi beragam masukan tersebut, Ahab Sihabudin berdiri tegas. Dalam orasinya yang hangat dan penuh semangat, ia menyampaikan bahwa semua aspirasi yang masuk tidak akan dibiarkan menjadi tumpukan kertas laporan semata. Dirinya berkomitmen menjadikan seluruh masukan masyarakat sebagai bahan perjuangan konkret di legislatif.
“Kami tidak akan membiarkan aspirasi ini berhenti di forum ini. Semua akan kami bawa ke pembahasan di komisi dan badan anggaran DPRD Jabar,” tegas Ahab.
Menurutnya, perjuangan peningkatan insentif bagi RT/RW dan kader Posyandu sudah lama ia dorong dalam sidang-sidang sebelumnya, namun membutuhkan konsistensi suara dan dukungan masyarakat agar anggaran benar-benar berpihak kepada pelayan masyarakat paling dasar.
“Jangan pernah anggap remeh Posyandu. Di sana ada urat nadi peradaban. Jika para kader ini tak didukung, kita sedang merusak masa depan generasi. Kita harus akui, mereka adalah pahlawan kesehatan yang selama ini diabaikan,” ujar Ahab.
Dari Selatan ke Utara: Perjuangan Tak Boleh Timpang
Kegiatan reses ini bukan agenda tunggal. Ahab sebelumnya telah menyisir sejumlah wilayah di selatan Kabupaten Garut, seperti Cibalong, Pameungpeuk, dan Cikelet. Di sana, ia juga menerima aspirasi serupa bahkan lebih kompleks terkait kerusakan jalan, putus sekolah, minimnya layanan kesehatan, hingga persoalan kelangkaan air bersih.
“Pembangunan di Garut masih timpang. Jangan hanya Tarogong dan kota saja yang diperhatikan. Selatan itu juga Garut. Jangan biarkan wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan menjadi korban ketidakpedulian,” tegasnya.
Menurut Ahab, kesenjangan antarwilayah akan menjadi bom waktu jika dibiarkan. Ia mendorong agar pemerintah provinsi menyusun skema prioritas pembangunan yang lebih adil, berbasis data kebutuhan riil, bukan sekadar proyek politis tahunan.
Pesan untuk Masyarakat: Terus Kawal dan Suarakan Aspirasi
Menjelang akhir kegiatan, Ahab berpesan agar masyarakat tetap aktif menyampaikan aspirasi melalui berbagai jalur konstitusional, baik melalui DPRa PKS di tingkat RW, kantor dewan, maupun kanal media sosial dan aduan publik.
“Negara ini milik rakyat. Jangan pasrah. Jangan diam. Kawal terus program-program pemerintah. Bila perlu, tagih janji-janji kami sebagai wakil rakyat,” ucap Ahab dengan nada penuh semangat.
Warga pun menyambut baik pendekatan Ahab yang dianggap terbuka dan tidak elitis.
“Kami merasa didengar. Tapi kami ingin ini bukan cuma pencitraan. Kami akan tunggu bukti konkretnya,” kata salah satu tokoh masyarakat yang hadir.
Reses Bukan Formalitas, Tapi Ikhtiar Perjuangan
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif, langkah Ahab Sihabudin dalam menjadikan reses sebagai sarana serius menyerap dan memperjuangkan aspirasi warga layak diapresiasi. Namun tantangannya bukan hanya pada pengumpulan aspirasi, melainkan pada keberanian menjadikan suara rakyat sebagai dasar legislasi dan penganggaran yang nyata.
Masyarakat kini berharap: Aspirasi yang diucapkan di forum ini tidak sekadar menjadi dokumentasi acara, tapi berubah menjadi kebijakan, anggaran, dan perubahan nyata di lapangan.
Ahab pun mengakhiri resesnya dengan satu kalimat penuh tanggung jawab:
“Ini bukan sekadar janji. Ini adalah amanah. Dan saya siap mengemban amanah ini, bersama rakyat.” (Red)







