Dalam keterangan pers yang disampaikan oleh Kang Pram, perwakilan PPD HMI Garut, ia menyebut adanya dugaan kuat bahwa Kepala Dinas PERKIM melindungi mafia proyek melalui serangkaian praktik manipulasi administratif dan pembiaran pelanggaran hukum yang merugikan keuangan daerah.
Kang Pram menjelaskan, berdasarkan pemantauan lapangan dan telaah dokumen, sejumlah proyek infrastruktur yang dikelola Dinas PERKIM pada tahun anggaran 2024 mengalami ketidaksesuaian dengan kontrak yang telah disepakati.
Ketidaksesuaian itu mencakup penurunan kualitas pekerjaan, penggunaan material di bawah standar, hingga kekurangan volume pekerjaan yang berujung pada potensi kerugian negara.
Lebih lanjut, Kang Pram mengungkapkan bahwa temuan-temuan tersebut sejatinya sudah diungkap secara resmi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Garut pada 10 Januari 2025. Namun, ia menegaskan bahwa hingga kini tidak ada tindak lanjut yang jelas dari pihak dinas maupun pemerintah daerah untuk memulihkan kerugian tersebut.
“Kami memiliki data dan bukti bahwa ada pengurangan volume pekerjaan yang seharusnya dikembalikan maksimal 60 hari setelah LHP diterima, sesuai Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Tapi hingga kini belum ada pengembalian sepeser pun,” kata Kang Pram dalam konferensi persnya. Sabtu,(11/052025).
Ironisnya, alih-alih menempuh jalur hukum atau menegakkan sanksi administratif kepada pihak pelaksana proyek, Kepala Dinas PERKIM justru diketahui membuat “fakta integritas” yang memperpanjang batas waktu pengembalian kerugian menjadi enam bulan atau sekitar 180 hari. Bagi Kang Pram, kebijakan tersebut tidak hanya melanggar peraturan yang ada, tetapi juga mencerminkan sikap melindungi pihak-pihak pelanggar kontrak.
“Ini bukan lagi soal kelalaian administratif. Ini sudah masuk ranah pembiaran terhadap potensi tindak pidana korupsi. Kepala dinas tidak bisa seenaknya membuat aturan sendiri yang jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang,” tegasnya.
Dugaan Pengaturan Rekanan Proyek
Selain soal pengembalian kerugian, Kang Pram juga menyoroti proses pemilihan rekanan proyek yang dinilai sarat praktik tidak sehat. Ia menduga ada pengaturan atau pengkondisian pemenang tender, termasuk dalam proses penunjukan langsung. Menurutnya, sejumlah pihak yang tidak kompeten justru dimenangkan karena kedekatan mereka dengan oknum di lingkungan Dinas PERKIM.
“Kami mencium adanya praktik pengkondisian dalam proses pengadaan barang dan jasa, baik melalui tender maupun penunjukan langsung. Ini jelas melanggar prinsip-prinsip dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN,” jelas Kang Pram.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa praktik-praktik seperti ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mematikan kompetisi sehat di kalangan pelaku usaha lokal. Rekanan yang memiliki kapasitas dan kualitas baik justru tersingkir karena permainan di balik layar.
Seruan untuk Aparat Penegak Hukum
Dalam kesempatan itu, Kang Pram mendesak aparat penegak hukum, mulai dari Kejaksaan, Kepolisian, hingga Inspektorat Daerah, untuk segera turun tangan melakukan investigasi mendalam terhadap proyek-proyek yang dijalankan Dinas PERKIM dalam dua tahun terakhir.
“Uang rakyat jangan dibiarkan digerogoti oleh mafia proyek yang berlindung di balik jabatan. Kalau tidak segera ditangani, publik bisa kehilangan kepercayaan pada pemerintah. Bupati Garut, Inspektorat, bahkan Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera bertindak tegas,” tandasnya.
HMI Garut juga menekankan bahwa tanpa penegakan hukum yang jelas, praktik-praktik koruptif di sektor pembangunan daerah akan terus berulang dari tahun ke tahun. Ia meminta agar seluruh pihak, termasuk DPRD, ikut mengawasi dan mengawal jalannya pemeriksaan agar tidak ada yang ditutupi.
Menanti Respons Pemerintah Daerah
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Kepala Dinas PERKIM maupun Bupati Garut terkait tudingan yang dilontarkan HMI Garut. Namun, isu ini telah memantik perhatian publik, khususnya masyarakat Garut yang berharap adanya perubahan nyata dalam tata kelola proyek infrastruktur daerah.
Jika dugaan-dugaan ini terbukti, maka sanksi administratif hingga pidana bisa dikenakan terhadap pihak-pihak yang terlibat, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Masyarakat Garut kini menunggu apakah pemerintah daerah dan aparat penegak hukum akan bertindak cepat untuk menyelamatkan uang rakyat, atau justru membiarkan kasus ini berlalu begitu saja. (Eldy)