Organisasi kemasyarakatan yang dikenal aktif dalam isu-isu sosial dan lingkungan ini menyampaikan keprihatinan mendalam serta tuntutan terhadap Pemerintah Kabupaten Garut agar mengambil langkah tegas dan komprehensif dalam menangani krisis ekologis yang kian akut.
Ketua LIBAS, Tedi Sutardi, dalam pernyataannya menegaskan bahwa kondisi lingkungan Garut telah berada dalam situasi darurat yang tidak bisa lagi diabaikan.
“Kami melihat banyak kerusakan yang tidak bisa dianggap ringan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman, penggundulan hutan, pembiaran terhadap tambang ilegal, serta perusakan daerah resapan air adalah bukti nyata bahwa tata kelola lingkungan kita sedang tidak baik-baik saja,” ungkap Tedi. Kamis, (05/06/2025).
Ia juga menambahkan bahwa LIBAS menerima banyak laporan dari masyarakat desa di kaki-kaki gunung dan daerah hulu sungai yang kini mengalami kekeringan berkepanjangan, perubahan iklim mikro, hingga meningkatnya risiko longsor.
“Jika tidak segera ditangani, maka kita sedang mewariskan bencana ekologis kepada generasi berikutnya. Ini bukan sekadar isu lingkungan, tapi juga soal keberlangsungan hidup,” tegasnya.
Tanggapan Serius DPRD Garut
Menanggapi masukan tersebut, Ketua DPRD Garut, Aris Munandar, S.Pd, menyampaikan apresiasi atas partisipasi aktif masyarakat sipil dalam mengawal isu-isu strategis seperti lingkungan. Ia menilai bahwa gerakan dari kelompok seperti LIBAS merupakan bentuk kontrol sosial yang sehat dalam iklim demokrasi lokal.
“Kita semua punya tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga lingkungan. Apa yang disuarakan oleh LIBAS adalah representasi dari suara masyarakat yang tidak boleh kita abaikan. DPRD telah dan akan terus mendorong pemerintah daerah agar menjadikan isu lingkungan sebagai prioritas utama,” ujar Aris saat ditemui di ruang kerjanya.
Ia juga menjelaskan bahwa DPRD telah menyampaikan rekomendasi kepada pihak eksekutif untuk segera menata ulang penggunaan ruang di Kabupaten Garut agar kembali sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang diatur dalam Perda No. 29 Tahun 2011 dan Perda No. 6 Tahun 2019 sebagai revisinya.
Sorotan terhadap Implementasi Regulasi
Lebih jauh, Aris Munandar menyoroti pentingnya konsistensi pemerintah daerah dalam menjalankan regulasi yang sudah ada. Menurutnya, banyak persoalan lingkungan yang muncul akibat lemahnya implementasi dan pengawasan terhadap rencana tata ruang serta minimnya kajian ilmiah dalam mengambil keputusan soal pembangunan.
“Kami menekankan bahwa semua pembangunan harus berbasis pada daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jangan hanya mengejar investasi, tapi abai terhadap kelestarian alam. Rehabilitasi kawasan kritis, penguatan zona konservasi, dan pengelolaan lahan berbasis ekosistem harus menjadi pendekatan utama,” jelas Aris.
Ia juga menyebut perlunya keterlibatan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat, akademisi, pelaku usaha, dan LSM dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan lingkungan daerah.
Perspektif Jangka Panjang dan Keadilan Ekologis
Dalam pandangan LIBAS, persoalan lingkungan tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan teknokratis atau proyek jangka pendek. Diperlukan perubahan paradigma dalam melihat alam sebagai mitra kehidupan, bukan objek eksploitasi.
Tedi Sutardi menekankan pentingnya penerapan prinsip keadilan ekologis, di mana hak masyarakat untuk menikmati lingkungan yang sehat harus dijamin setara dengan kepentingan pembangunan.
“Kami mendorong adanya moratorium terhadap izin-izin yang merusak kawasan lindung, serta evaluasi menyeluruh terhadap proyek-proyek yang berpotensi merusak lingkungan. Harus ada audit lingkungan yang transparan,” ujarnya.
Komitmen DPRD dan Jalan Menuju Kolaborasi
DPRD Garut berkomitmen untuk terus mengawasi pelaksanaan kebijakan lingkungan hidup di tingkat daerah. Menurut Aris Munandar, pengawasan tidak hanya dilakukan melalui sidang atau rapat kerja, tetapi juga dengan turun langsung ke lapangan.
“Kami terbuka untuk bekerja sama dengan organisasi seperti LIBAS. Kita bisa membentuk tim pengawasan bersama atau forum multipihak untuk mempercepat proses pemulihan lingkungan di wilayah yang kritis,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa DPRD akan mendorong alokasi anggaran yang lebih besar untuk kegiatan rehabilitasi lingkungan, penguatan kapasitas aparat pengawasan, serta program edukasi publik.
Regulasi yang Menjadi Rujukan:
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perda Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Garut 2011–2031
Perda Kabupaten Garut No. 6 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perda No. 29 Tahun 2011
Dengan semakin terbukanya ruang dialog antara masyarakat sipil dan legislatif, diharapkan upaya penyelamatan lingkungan di Garut bisa berjalan lebih terarah, partisipatif, dan berkelanjutan. Bagi warga Garut, ini bukan sekadar soal kebijakan, melainkan soal hak dasar untuk hidup di lingkungan yang sehat dan aman bagi masa depan. (DIX)