Di sisi lain, salah satu yang paling vokal menyuarakan pentingnya transparansi dan integritas dalam proses tersebut adalah pakar hukum sekaligus advokat senior, Syam Yousef Djojo.
Dalam keterangannya, Syam menegaskan bahwa PGRI bukanlah organisasi biasa, melainkan sebuah wadah terhormat yang mewakili suara dan kepentingan para guru. Oleh karena itu, menurutnya, setiap dinamika internal termasuk pemilihan ketua harus berlangsung secara demokratis dan bebas dari intervensi.
“Jangan sampai ada permainan. Proses pemilihan ini harus menjunjung tinggi nilai demokrasi dan integritas. PGRI adalah marwah organisasi guru, bukan alat kepentingan,” tegas Syam saat ditemui awak media. Selasa, (22/07/2025).
Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Menjelang hari pemilihan, sejumlah informasi mulai beredar terkait adanya indikasi kuat upaya penggiringan suara kepada calon tertentu. Beberapa pihak bahkan mencurigai adanya pengondisian dari oknum-oknum yang diduga memiliki agenda tersembunyi untuk menempatkan ‘orangnya’ di pucuk kepemimpinan PGRI Pasirwangi.
Dugaan intervensi tersebut sontak memicu kekhawatiran di kalangan anggota PGRI dan pemerhati pendidikan di daerah tersebut. Mereka menilai bahwa jika proses pemilihan tidak berlangsung secara jujur dan terbuka, maka hal itu bisa mencederai kepercayaan para anggota serta meruntuhkan kredibilitas organisasi yang selama ini dijunjung tinggi.
“Pemilihan ketua bukan hanya soal siapa yang menang, tetapi bagaimana proses itu bisa mencerminkan nilai-nilai kejujuran dan demokrasi,” ujar salah satu aktivis pendidikan yang enggan disebutkan namanya.
Suara serupa juga datang dari sejumlah pengamat pendidikan yang mendorong agar panitia pelaksana dan seluruh pihak yang terlibat dalam proses pemilihan menjaga netralitas. Mereka menekankan pentingnya menghindari segala bentuk manipulasi yang bisa menodai citra PGRI sebagai organisasi profesional dan independen.
“PGRI seharusnya menjadi rumah besar bagi seluruh guru, bukan dijadikan alat tawar-menawar kekuasaan ataupun arena politik praktis,” tutur seorang tokoh pendidikan dari wilayah Garut Utara.
Dalam beberapa kasus sebelumnya, praktik tidak sehat dalam pemilihan pengurus PGRI di tingkat kecamatan maupun kabupaten sempat mencuat ke permukaan. Oleh karena itu, banyak pihak menilai momentum pemilihan Ketua PGRI Pasirwangi kali ini harus menjadi pelajaran penting untuk memperbaiki sistem dan etika organisasi.
Syam Yousef Djojo pun mengingatkan, jika terdapat indikasi pelanggaran hukum, maka ia mendorong agar tidak segan-segan dilakukan investigasi lebih lanjut. Sebab menurutnya, PGRI adalah organisasi legal formal yang tetap berada dalam koridor hukum negara, dan setiap tindakan manipulatif di dalamnya bisa berkonsekuensi hukum.
“Jika ada dugaan intimidasi, pengondisian, atau bentuk tekanan lainnya, bisa saja itu masuk ke ranah pidana. Jangan dianggap sepele. Para guru juga punya hak hukum untuk menuntut keadilan,” ujar Syam menambahkan.
Seiring mendekatnya hari pemilihan, atmosfer di internal PGRI Pasirwangi pun semakin menghangat. Para anggota berharap agar seluruh tahapan dapat dikawal oleh pihak-pihak independen yang memiliki integritas tinggi.
Sementara,mereka ingin pemilihan yang tidak hanya menghasilkan pemimpin yang kompeten, tetapi juga lahir dari proses yang bersih dan bermartabat.
Kini, sorotan publik terhadap proses ini menjadi cermin bagi organisasi PGRI di seluruh wilayah untuk introspeksi dan memperkuat komitmen terhadap nilai-nilai profesionalisme, demokrasi, serta akuntabilitas. (DIX)