Hal tersebut, bukan karena prestasinya, melainkan lantaran dugaan kuat adanya penyimpangan dan praktik korupsi yang kian menggurita. Sorotan tersebut disampaikan oleh Radit Julian, seorang aktivis muda yang dikenal vokal dalam isu-isu pelayanan publik dan tata kelola anggaran di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dalam keterangannya kepada awak media, Radit menyatakan bahwa Bankedes telah menyimpang jauh dari tujuan awalnya. Dana yang digelontorkan dalam jumlah besar dari APBD Kabupaten Garut itu, menurutnya, justru menjadi bancakan para elite yang memanfaatkan kelemahan sistem untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
“Bankedes ini harusnya jadi alat pemulihan dan percepatan pembangunan desa. Tapi yang kami lihat, justru jadi bancakan elite. Ini sudah bukan lagi kesalahan teknis, tapi kejahatan yang terstruktur,” ujar Radit dengan nada serius. Rabu, (02/07/2025).
Proyek Fiktif, Mark-Up, dan Penghindaran Tender: Pola Lama yang Terus Berulang
Bersama jejaring aktivisnya, Radit melakukan penelusuran dan pengumpulan data dari sejumlah desa penerima Bankedes. Hasilnya sangat mencengangkan. Ia menyebutkan berbagai modus yang digunakan dalam menyiasati anggaran, di antaranya:
Proyek-proyek fiktif yang hanya tertulis di atas kertas namun tak pernah terealisasi di lapangan,
Pekerjaan fisik yang dilaksanakan secara asal-asalan, tanpa standar teknis memadai, tetapi dibayar dengan harga tinggi,
Praktik mark-up harga bahan bangunan dan jasa kontraktor,
Pemecahan paket proyek agar nilai anggarannya di bawah batas minimal lelang, sehingga bisa langsung ditunjuk dan dikendalikan oleh oknum tertentu.
Radit menegaskan bahwa pola-pola tersebut tidak muncul begitu saja, tetapi dilakukan secara sistematis dan terstruktur. “Kami yakin ini bukan semata inisiatif kepala desa. Ada aktor-aktor intelektual di balik layar yang mengatur semuanya. Kepala desa sering hanya dijadikan pelaksana teknis,” ucapnya.
Arah Tudingan: Oknum Pejabat Dinas dan Legislator Diduga Terlibat
Lebih jauh, Radit mengungkap dugaan keterlibatan sejumlah oknum dari kalangan pejabat dinas dan anggota legislatif yang memiliki peran besar dalam menentukan arah dan besaran anggaran Bankedes. Ia mempertanyakan transparansi proses penyusunan program prioritas desa yang menurutnya sering kali tidak berdasarkan kebutuhan riil masyarakat, melainkan berdasarkan kepentingan kelompok tertentu.
“Siapa yang mengatur besaran Bankedes per desa? Siapa yang menyusun proyek prioritas? Dan siapa yang melakukan pengawasan? Kalau ditelusuri, kita bisa menemukan bahwa akar masalahnya ada pada sistem penganggaran yang sengaja dikuasai oleh segelintir elite,” ungkap Radit.
Ia juga menyinggung adanya sinyalemen praktik kongkalikong antara oknum di legislatif, pejabat teknis di dinas terkait, dan perangkat desa. Semua itu, menurutnya, bertujuan untuk memperlancar pencairan anggaran sekaligus mengambil keuntungan secara ilegal dari proyek-proyek tersebut.
Menjelang Tahun Politik: Korupsi Dianggap Sebagai ‘Modal Politik’
Radit tak menampik bahwa praktik-praktik semacam ini cenderung meningkat menjelang tahun politik. Ia menyebut bahwa dana Bankedes sering disalahgunakan untuk kepentingan pencitraan, dukungan politik, hingga pembiayaan kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan pembangunan masyarakat desa.
“Praktik penyimpangan ini bukan hanya soal korupsi uang, tapi juga manipulasi sistem demokrasi. Uang rakyat dijadikan alat untuk mengamankan kekuasaan,” tegasnya.
Langkah Nyata: Laporan Resmi dan Seruan kepada Penegak Hukum
Untuk menindaklanjuti temuan tersebut, Radit dan jaringannya tengah menyiapkan laporan resmi kepada aparat penegak hukum, termasuk kepada Kejaksaan Negeri Garut dan Inspektorat Kabupaten. Ia berharap, langkah ini bisa memicu investigasi yang lebih luas dan mendalam terhadap penggunaan dana Bankedes di berbagai desa.
“Kami akan segera menyerahkan bukti-bukti awal. Kami ingin ini jadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas siapa saja yang terlibat. Kalau ini dibiarkan, pembangunan desa akan terus dikorbankan,” ujarnya.
Selain itu, ia mengajak masyarakat sipil dan elemen media untuk tidak tinggal diam. Menurutnya, pengawasan publik merupakan kunci untuk membongkar sistem korup yang sudah terlalu lama membelenggu pembangunan desa.
“Saatnya rakyat bersuara. Jangan sampai desa hanya jadi alat untuk memperkaya elite. Mari kita kawal bersama agar dana Bankedes kembali kepada tujuan awalnya: membangun desa, bukan memperkaya mafia anggaran,” pungkas Radit Julian.
Penelusuran ini menandai pentingnya pengawasan terhadap dana publik, khususnya yang langsung menyentuh desa-desa. Di tengah derasnya aliran dana pembangunan, transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan agar tidak menjadi ladang korupsi yang terus-menerus menghisap harapan masyarakat. (Red)