Garut, Nusaharianmedia.com – Janji Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk menghadirkan pendidikan gratis dari tingkat dasar hingga menengah menumbuhkan harapan besar di kalangan masyarakat.
Namun fakta di lapangan atau realitas di berbagai sekolah memperlihatkan kenyataan berbeda. Pungutan dalam berbagai bentuk seperti uang bangunan, pembelian seragam, dan kontribusi komite masih dirasakan oleh para orang tua murid.
Janji Tak Sejalan dengan Realita
Kendati Dedi Mulyadi menegaskan penolakannya terhadap segala bentuk pungutan, kebijakan tersebut belum menyentuh hingga akar pelaksanaannya. Banyak sekolah memanfaatkan forum komite untuk menarik iuran dari wali murid, membuat konsep sekolah gratis hanya menjadi slogan yang belum membumi.
PPDB dan Masalah Transparansi yang Belum Tuntas
Isu lain yang mencuat adalah penerimaan peserta didik baru (PPDB). Meskipun sistem zonasi diklaim akan diperbaiki untuk lebih adil dan terbuka, praktik jual beli kursi dan “titipan” masih marak, menunjukkan betapa dalamnya persoalan transparansi dalam sistem pendidikan kita.
Keterbatasan Dana BOS, Sekolah Terjepit
Dana BOS yang tidak mencukupi untuk menutup seluruh kebutuhan operasional sekolah menjadi dalih utama pihak sekolah saat membebankan biaya tambahan pada orang tua siswa.
Sementara tanpa dukungan anggaran yang lebih kuat dari pemerintah pusat dan daerah, larangan pungutan berpotensi menyulitkan pihak sekolah dalam menjalankan fungsinya secara optimal.
Masyarakat Menagih Aksi, Bukan Narasi
Bagi masyarakat, terutama orang tua siswa seperti Mamad (54) asal Garut, janji pendidikan gratis harus hadir dalam bentuk nyata, bukan hanya ucapan dalam kampanye.
Transparansi penggunaan anggaran, penghapusan pungutan, dan sanksi tegas terhadap pelanggaran adalah hal yang dinantikan rakyat. Jika tidak, maka “sekolah gratis” akan terus menjadi mitos yang tak kunjung jadi kenyataan. (DIX)