
Nusaharianmedia.com 21 September 2025 – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Kasus keracunan yang menimpa sejumlah siswa di Kecamatan Kadungora menjadi indikasi nyata gagalnya sistem alokasi dan lemahnya pengawasan program ini.
Sorotan keras datang dari Solidaritas Anak Bangsa (SABA). Mereka menegaskan, program yang seharusnya menjadi hak dasar anak sekolah justru dijalankan tanpa standar gizi yang layak serta jauh dari porsi mencukupi kebutuhan tumbuh kembang siswa.
“Pada prinsipnya kami mendukung penuh tujuan MBG, karena semua pihak ingin anak-anak Indonesia tumbuh sehat dan bergizi. Namun fakta di lapangan justru menunjukkan program ini rawan bahaya akibat alokasi yang tidak rasional—mulai dari makanan tidak layak, jumlah porsi yang kurang, hingga distribusi yang amburadul,” tegas Hilman, perwakilan SABA.
Ia menilai MBG di Garut telah gagal menyentuh tujuan mulia. “Bagaimana mungkin anak-anak diberi makanan dengan porsi sekecil itu, jauh dari kata cukup, jauh dari kata layak? Ini bukan soal uang pribadi, ini soal hak anak bangsa yang harus diperjuangkan,” lanjutnya.
SABA juga menyoroti lemahnya peran Pemerintah Kabupaten Garut, khususnya Dinas Kesehatan serta ahli gizi yang seharusnya memastikan standar gizi dan kelayakan makanan. Hilman mempertanyakan keterlibatan mereka dalam proses pelaksanaan program.
“Apakah Dinas Kesehatan tidak punya standar? Apakah ahli gizi tidak dilibatkan? Kalau benar dilibatkan, kenapa hasilnya seperti ini? Jangan sampai anak-anak kita dijadikan korban dari program yang hanya manis di atas kertas,” ujarnya.
Untuk itu, SABA mendesak evaluasi menyeluruh terhadap program MBG serta menuntut mekanisme pengawasan yang lebih ketat dan transparan. Mereka menegaskan, tanpa pengawasan serius, potensi penyalahgunaan anggaran dan pengabaian hak anak akan terus terjadi.
“Ini bukan hanya soal makanan, ini soal masa depan generasi. Pemerintah wajib hadir, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Jangan sampai program yang digadang-gadang sebagai solusi justru melahirkan masalah baru,” pungkas Hilman.







