(Oleh: Rd.KH,. Umar Zhaein)
Garut Opini, Nusaharianmedia.com -Sejak diturunkannya Nabi Adam AS ke muka bumi, manusia telah diamanahkan sebagai khalifah, pemimpin dan pengelola alam semesta. Dalam mengemban peran besar ini, Allah SWT membekali manusia dengan tiga elemen utama yang menjadi fondasi dalam menjalani kehidupan: budaya, agama (tauhid), dan harga diri. Ketiganya bukan sekadar atribut tambahan, melainkan pilar utama pembentuk jati diri manusia sejati.
Dalam perspektif teologis dan sosiologis, manusia tidak sekadar hadir sebagai makhluk biologis, tetapi juga sebagai makhluk berbudaya dan spiritual.
Sejak awal penciptaan, Allah telah mengajarkan manusia ilmu dan nilai yang kemudian berkembang menjadi peradaban. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:
“Dan Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 5)
Ayat tersebut menjadi dasar pemahaman bahwa budaya, sebagai warisan nilai dan kebijaksanaan, merupakan bagian integral dari jati diri manusia. Budaya tidak hanya berkaitan dengan adat dan tradisi, melainkan juga mencakup cara berpikir, bersikap, dan bertindak manusia dalam membangun kehidupan yang beradab dan bermartabat.
Sosiolog sekaligus pemerhati budaya lokal, Dr. H. Arif Maulana, mengatakan bahwa budaya yang tumbuh dari nilai-nilai ketuhanan akan melahirkan masyarakat yang harmonis dan beretika.
“Budaya bukan hanya identitas, tapi juga cermin dari kualitas moral masyarakat. Ketika budaya selaras dengan nilai tauhid, maka tercipta peradaban yang luhur,” ujarnya.
Sementara itu, agama – khususnya Islam – menempati posisi paling sentral dalam membentuk jati diri manusia. Tauhid, sebagai dasar ajaran Islam, memberikan arah hidup yang jelas. Tauhid menanamkan kesadaran bahwa hidup manusia tidak bebas nilai, melainkan tunduk pada ketentuan dan kehendak Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Dari sinilah, agama dipahami bukan hanya sebagai sistem ibadah ritual, tetapi juga sebagai pedoman moral dan etika sosial Rasulullah SAW pun menegaskan bahwa niat dan orientasi spiritual merupakan fondasi setiap amal manusia:
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama dan tokoh dakwah Ustadz Ahmad Rizal, dalam sebuah kajian, menyampaikan bahwa agama yang lurus akan membentuk pribadi yang lurus pula. “Ketika seseorang memahami agamanya dengan benar, maka seluruh aspek hidupnya akan diarahkan untuk mencari ridha Allah. Itulah puncak kehormatan manusia,” katanya.
Pilar ketiga yang tak kalah penting adalah harga diri. Dalam Islam, manusia diciptakan dengan kemuliaan yang tak tertandingi.
Ini ditegaskan dalam firman Allah:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak cucu Adam…” (QS. Al-Isra: 70)
Harga diri bukanlah kesombongan, melainkan kesadaran bahwa manusia memiliki nilai yang tinggi di hadapan Allah. Dari sinilah tumbuh rasa tanggung jawab untuk menjaga kehormatan diri, menjauhi perbuatan hina, dan selalu berusaha menjadi pribadi yang terhormat.
Psikolog Muslimah, Dra. Sri Yuliani, M.Psi, menjelaskan bahwa harga diri adalah modal utama dalam membentuk kepribadian yang stabil dan produktif. “Orang yang mengenal dirinya, mengenal Tuhannya, dan menghargai dirinya akan mampu menghadapi tantangan hidup dengan positif. Dia tidak akan mudah menyerah atau tergelincir pada hal-hal yang merusak,” katanya.
Ketika budaya, agama, dan harga diri dipadukan, lahirlah manusia yang paripurna. Ia tidak hanya kuat secara spiritual, tetapi juga tangguh secara sosial. Ia menjadi pribadi yang penuh integritas, adil dalam bersikap, dan bijak dalam bertindak. Inilah sosok manusia ideal yang dikehendaki Allah sebagai khalifah di bumi.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Dan Rasulullah SAW menegaskan:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah yang paling bertakwa.” (HR. Muslim)
Melalui pencerahan nilai-nilai budaya, agama, dan harga diri, diharapkan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, mampu membangun kembali jati dirinya di tengah gempuran globalisasi dan krisis moral. Pembinaan karakter berbasis nilai ketuhanan dan kemanusiaan harus terus diperkuat agar bangsa ini tidak kehilangan arah dan identitasnya.
Penutup
Jati diri manusia tidak ditentukan oleh status, jabatan, atau kekayaan. Ia dibentuk oleh kedalaman budaya, kekuatan spiritual, dan penghargaan terhadap dirinya sendiri. Tiga pilar ini harus terus ditanamkan dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari keluarga, pendidikan, hingga pemerintahan. Hanya dengan demikian, manusia akan menjadi khalifah yang adil, bijak, dan membawa keberkahan bagi semesta.