Mengenakan jas hujan sederhana yang sudah tak lagi mampu menahan derasnya air, keduanya terlihat sibuk di pinggiran jalan desa yang licin dan becek. Dengan alat seadanya dan perlengkapan kerja yang terbatas, mereka memasang plang-plang penanda arah evakuasi di titik-titik strategis. Bagi Dedih dan Aca, keselamatan warga lebih penting daripada kenyamanan pribadi.
“Kami tahu risiko bencana itu nyata. Kalau kita menunggu cuaca bagus terus, bisa jadi warga kehilangan arah ketika bencana datang. Ini soal tanggung jawab dan kepedulian,” ujar Dedih Sugita saat ditemui di lokasi, dengan pakaian yang sudah basah kuyup.
Pemasangan plang ini merupakan bagian dari program mitigasi bencana yang tengah digalakkan oleh Pemerintah Desa Sukabakti. Program tersebut lahir dari kesadaran bahwa wilayah Garut, termasuk Desa Sukabakti, memiliki potensi rawan bencana seperti longsor dan banjir, terutama saat musim hujan tiba.
Langkah Dedih dan Aca pun mendapat respons positif dari masyarakat. Beberapa warga yang menyaksikan langsung kegiatan tersebut tampak terharu dan memberikan dukungan moral. Mereka mengaku sangat terbantu dengan adanya plang evakuasi yang akan memudahkan mereka jika harus menyelamatkan diri dalam situasi darurat.
“Luar biasa mereka. Hujan begini, masih terus kerja. Plang ini penting sekali, apalagi buat kami yang tinggal di daerah dekat tebing,” ujar Ujang (45), warga Kampung Cipariuk.
Kepala Desa Sukabakti, Wawan Gunawan, mengaku bangga memiliki perangkat desa seperti Dedih dan Aca. Ia menyebut keduanya sebagai contoh nyata dari semangat pelayanan publik yang tulus dan berdedikasi.
“Saya sangat apresiasi semangat mereka. Ini bukti bahwa perangkat desa bukan hanya birokrat, tapi pelayan masyarakat sejati. Mereka tidak menunggu perintah, mereka inisiatif dan bergerak demi keselamatan warganya,” kata Wawan saat ditemui di kantor desa.
Menurut Wawan, kegiatan pemasangan plang jalur evakuasi akan terus dilanjutkan hingga seluruh titik rawan di desa tersebut terpasang penanda yang jelas. Pemerintah Desa Sukabakti juga telah berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Garut dan relawan kebencanaan untuk menyusun peta rawan bencana yang lebih detail.
Langkah antisipatif ini menjadi bagian dari komitmen desa dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin tidak menentu. Selain pemasangan plang, pemerintah desa juga tengah merancang simulasi evakuasi warga dan pelatihan tanggap darurat bagi RT dan RW setempat.
“Bagi kami, keselamatan jiwa adalah prioritas. Infrastruktur bisa dibangun ulang, tapi nyawa tidak bisa diganti. Maka kami ingin warga tahu harus ke mana ketika bahaya datang,” tegas Wawan.
Kisah pengabdian Dedih dan Aca menjadi inspirasi bahwa semangat pelayanan bisa tetap menyala meski dalam kondisi sulit. Di saat banyak orang memilih berlindung dari hujan, mereka justru melangkah keluar demi memastikan warga desa memiliki peluang lebih besar untuk selamat jika bencana melanda. (DIX)