Dengan gagasan dan langkah nyata, H. Ujang Ano tak hanya membangkitkan produksi, tetapi juga memperluas jaringan pemasaran ubi manis khas Garut ini ke berbagai daerah di Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, H. Ujang Ano aktif memberdayakan petani ubi Cilembu di berbagai kecamatan, mulai dari Bayongbong, Cisurupan, Sukaresmi, hingga Cikajang. Ia mengajak para petani untuk meningkatkan kualitas produksi melalui bimbingan teknis dan pendampingan langsung.
“Saya ingin para petani punya semangat baru. Jangan hanya menjual hasil panen ke tengkulak dengan harga murah, tapi harus punya nilai tambah dan akses pasar yang lebih luas,” ungkap H. Ujang Ano saat ditemui di lahan perkebunan di daerah Cisurupan pada. Kamis, (01/05/2025).
Langkah nyata itu diwujudkan dengan membuka usaha pengepul ubi Cilembu. Tidak hanya itu, H. Ujang Ano juga menggagas konsep pemasaran langsung ke konsumen dengan menjual ubi bakar Cilembu menggunakan mobil di sejumlah titik strategis. Inovasi ini terbukti berhasil menarik perhatian konsumen, tidak hanya di Garut atau Jawa Barat, tetapi juga hingga Jakarta dan Sumatra.
“Awalnya saya hanya mencoba membawa ubi bakar Cilembu ke pinggir jalan di Bandung. Ternyata banyak yang suka dan mencari. Dari situ saya terpikir, kenapa tidak kita perbanyak titik jualnya? Sekarang alhamdulillah sudah ada di beberapa kota besar, bahkan banyak pesanan dari luar daerah,” ujarnya dengan semangat.
Ubi Cilembu memang memiliki daya tarik tersendiri. Dengan tekstur padat, rasa manis seperti madu, serta aroma khas saat dipanggang, ubi ini menjadi favorit banyak orang, baik sebagai makanan sehat maupun oleh-oleh khas. Popularitas ubi Cilembu makin melambung seiring dengan gaya hidup sehat yang banyak dianut masyarakat urban.
Dalam upaya memperkuat rantai pasok dan menjaga kualitas, H. Ujang Ano menjadikan wilayah Cihanja sebagai pusat pengumpulan dan transaksi ubi Cilembu. Tempat ini berfungsi sebagai sub-terminal agrobisnis sekaligus kantor transaksi jual beli yang menguntungkan bagi petani.
“Setiap hari kita siapkan pasokan untuk memenuhi permintaan luar daerah. Permintaan meningkat terutama jelang bulan puasa, lebaran, atau musim liburan,” kata H. Ujang Suparno, nama lengkapnya.
Ia juga menjalin kemitraan dengan para petani untuk memastikan keberlanjutan pasokan. Dalam model kemitraan ini, petani mendapatkan jaminan pembelian hasil panen dengan harga yang layak, serta pendampingan dalam proses budidaya.
“Kami tidak hanya beli hasil panennya, tapi juga bantu dari awal tanam, pupuk, sampai panen. Supaya kualitasnya terjaga, dan petani merasa dihargai,” jelasnya.
Keberhasilan H. Ujang Ano tak hanya berdampak pada peningkatan ekonomi petani, tetapi juga membuka peluang kerja baru bagi masyarakat sekitar. Banyak warga yang kini terlibat dalam proses produksi, pengemasan, hingga distribusi ubi Cilembu. Selain itu, kehadiran sentra pemasaran di Cihanja turut mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Melihat keberhasilan ini, H. Ujang Ano berharap pemerintah daerah dan dinas terkait lebih serius mendukung pengembangan ubi Cilembu. Ia menilai, potensi besar ubi Cilembu belum sepenuhnya digarap maksimal.
“Kita perlu dukungan dari semua pihak, terutama dalam hal promosi, infrastruktur, dan akses pasar. Kalau dikelola serius, ubi Cilembu bisa jadi ikon Garut yang mendunia,” tegasnya.
Kini, di usianya yang sudah matang, H. Ujang Ano terus berkomitmen mengembangkan usaha dan memberdayakan petani. Baginya, kebahagiaan bukan hanya soal keuntungan bisnis, tetapi juga melihat petani tersenyum menikmati hasil kerja keras mereka.
“Kalau petani sejahtera, saya juga ikut bahagia. Itu tujuan utama saya,” pungkasnya. (Eldy)