Garut,Nusaharianmedia.com – Jalur kereta api Garut–Cikajang yang telah mati suri sejak 1982 kini siap dihidupkan kembali. Rencana reaktivasi yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Pemerintah Kabupaten Garut ini menuai berbagai respon positif dari publik, termasuk dari kalangan pengamat, akademisi, hingga wartawan senior.
Jalur yang dahulu menjadi urat nadi distribusi hasil bumi dan penopang aktivitas ekonomi masyarakat Garut bagian selatan itu akan segera kembali menghubungkan Garut Kota dengan Cikajang, sebuah wilayah yang dikenal dengan potensi pertanian dan wisatanya.
Salah satu yang mendukung penuh rencana ini adalah Riki Rustiana, wartawan senior yang telah puluhan tahun meliput dinamika pembangunan dan sosial kemasyarakatan di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dia menyebut bahwa reaktivasi jalur KA Garut–Cikajang bukan hanya keputusan strategis, melainkan juga kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
“Saya melihat ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tapi simbol kebangkitan Garut. Jalur ini punya nilai sejarah, ekonomi, bahkan emosional bagi banyak warga. Sudah saatnya masyarakat mendukung penuh dan ikut mengawal agar pelaksanaannya berjalan baik,” kata Riki kepada Nusaharianmedia.com. pada Kamis, (17/4/2025).
Menurutnya, keberadaan jalur kereta api akan memudahkan mobilitas warga, mempercepat distribusi hasil pertanian, dan membuka akses pariwisata ke daerah yang sebelumnya sulit dijangkau.
“Bayangkan petani di Cikajang bisa mengirim hasil kebunnya ke Garut, Bandung, bahkan Jakarta lewat kereta. Ini akan memangkas ongkos angkut, menaikkan daya saing produk lokal, dan mendongkrak perekonomian warga,” tambahnya.
Dari sisi sejarah, reaktivasi jalur ini juga dinilai sebagai upaya pelestarian nilai-nilai lokal. Jalur Garut–Cikajang dikenal memiliki salah satu stasiun tertinggi se-Asia Tenggara, yakni Stasiun Cikajang yang berada di ketinggian 1.246 mdpl. Dibangun pada masa kolonial, jalur ini merupakan bagian penting dari sejarah perkeretaapian Indonesia.
Ade Ahmad, pengamat kebijakan publik dan tokoh agama sekaligus tokoh masyarakat Garut, juga mengapresiasi rencana ini. Ia mengatakan, kebijakan reaktivasi tersebut adalah langkah hebat dan brilian dari pemerintah.
“Ini bukan hanya proyek fisik, tapi juga pemulihan memori kolektif masyarakat. Jalur ini akan menyambungkan masa lalu yang penuh cerita dengan masa depan yang penuh harapan,” ujar Ade.
Senada dengan itu, Prof. Kunto Santoso, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran, menilai bahwa jalur ini bisa menghidupkan kembali ekonomi wilayah selatan Garut.
“Dengan adanya kereta, sektor wisata, UMKM, dan pertanian akan ikut tumbuh. Ini harus disambut gembira,” ucapnya.
Meski reaktivasi ini membawa banyak harapan, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah persoalan warga yang bermukim di sepanjang bekas jalur rel, yang kemungkinan harus direlokasi.
Oleh sebab itu, semua pihak mengimbau agar pendekatan yang dilakukan tetap mengedepankan dialog dan penghormatan terhadap hak-hak warga.
Namun secara umum, atmosfer optimisme sudah terasa. Warga Garut mulai menanti datangnya kembali suara peluit kereta yang lama hilang dari bumi Intan Garut. Suara yang bukan sekadar pertanda datangnya kereta, melainkan juga hadirnya harapan baru.
“Wartawan dan media lokal juga harus berperan aktif untuk terus mengawal proses ini. Jangan sampai publik hanya jadi penonton. Ini adalah sejarah yang sedang kita tulis bersama,” tutup Riki Rustiana. (Eldy)