(Oleh : Achmad Syafei,SH)
Komite sekolah sejatinya dibentuk untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan dan menjembatani komunikasi antara sekolah, orang tua, serta masyarakat. Namun, dalam praktiknya, peran komite kerap dipertanyakan, terutama terkait dugaan pungutan yang justru membebani wali murid.
Di banyak sekolah, komite lebih sering berfungsi sebagai perpanjangan tangan sekolah dalam menggalang dana dari orang tua, tanpa transparansi yang memadai. Ketika ada keluhan, pihak sekolah acap kali berkilah bahwa keputusan tersebut merupakan hasil kesepakatan komite. Hal ini memicu keresahan, terutama karena dana yang dikumpulkan sering kali berasal dari kebutuhan yang diajukan sekolah sendiri.
Persoalan ini semakin kompleks dengan masih minimnya keterbukaan dalam pengelolaan Dana BOS. Padahal, sesuai Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui alokasi anggaran pendidikan.
Kritik terhadap komite sekolah pun makin menguat di media sosial. Salah satunya datang dari akun TikTok simpleprint123, yang menyerukan pembubaran komite sekolah karena dianggap lebih berpihak pada sekolah daripada orang tua. “Komite seharusnya membela kepentingan wali murid, tapi kenyataannya hanya menjadi cap stempel kebijakan sekolah,” ungkapnya dalam salah satu unggahan.
Di sisi lain, ada pula kelompok orang tua yang mendukung peran komite, bahkan di tingkat SD, TK, dan PAUD. Beberapa dari mereka ditunjuk sebagai koordinator yang perannya lebih cenderung memuluskan kebijakan sekolah ketimbang memperjuangkan kepentingan orang tua siswa.
Jika peran komite sekolah tidak mengalami perbaikan dalam aspek transparansi dan kejelasan fungsinya, wajar jika muncul desakan agar mekanisme penggalangan dana di sekolah lebih diatur dengan ketat. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk memastikan bahwa pendidikan benar-benar gratis sesuai mandat UUD 1945 Pasal 31, tanpa memberatkan wali murid.
Sebagai pilar pendidikan, komite sekolah seharusnya menjadi bagian dari solusi, bukan justru menambah beban. Saatnya pemerintah dan sekolah memastikan kebijakan yang lebih transparan dan berpihak pada hak pendidikan anak-anak Indonesia.